:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/1164237/original/015565900_1457408004-20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto5.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo), Natal Sidabutar mengungkapkan masih banyaknya masalah yang membelit jutaan buruh sawit di Indonesia. Buruh sawit saat ini dikungkung dan diforsir untuk memproduksi “emas hijau” Indonesia yang sangat bernilai.
Lembar Fakta Buruh Sawit 2018 yang dirilis Koalisi Buruh Sawit awal 2018 mengungkapan dua permasalahan utama yang dihadapi buruh sawit, yaitu terkait penegakan hukum yang lemah karena pembiaran terjadinya eksploitasi buruh sawit akibat dari target kerja terlampau tinggi dan tidak manusiawi.
"Dan minimnya perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja, diskriminasi terhadap buruh perempuan juga keberadaan pekerja anak," kata Natal dalam sebuah acara diskusi, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (29/4/2018).
Selain itu, status pekerja buruh sawit juga tidak memiliki kejelasan. Banyak tenaga kerja yang bersifat tidak tetap sehingga keselamatannya tidak menjadi tanggungan perusahaan.
"Kita memandang pekerjaan itu sifatnya menetap, sifatnya pekerjaan yang berhubungan dengan produksi. Tetapi kawan-kawan buruh itu sering dipekerjakan sebagai Buruh Harian Lepas (BHL)," ujar Natal.
Tidak hanya itu, praktik upah murah yang melanggar ketentuan juga masih terjadi di kalangan buruh sawit.
"Di samping status kerja juga ada persoalan upah yang sebenarnya persoalan upah ini jika diterapkan dengan diperbandingkan dengan jumlah kalori yang dikeluarkan oleh buruh di perkebunan. Itu sangat tidak mencukupi untuk mengganti kalori yang sudah dikeluarkan oleh kawan-kawan buruh di perkebunan," ujarnya.
Natal mengungkapkan, kebebasan berserikat juga masih menjadi barang langka. Saat ini serikat buruh independen masih mengalami pemberangusan dan intimidasi dari pengusaha. "Hal itu disebabkan ketiadaan peraturan khusus yang menjamin hak-hak buruh sawit," tuturnya.
Selama ini jaminan perlindungan yang ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan UU Nomor 13/2003 dinilai gagal memberikan perlindungan pada buruh sawit karena landasan kriteria UU Ketenagakerjaan adalah sektor manufaktur.
"Contohnya jam kerja, beban kerja (3.000 kalori/hari), peralatan kerja, dan ketersediaan teknologi. Sifat pekerjaan di perkebunan sama sekali berbeda, dimulai dengan kebutuhan kalorinya yang jauh lebih tinggi dan penerapan beban kerja yang tidak bisa hanya ditetapkan berdasarkan waktu kerja. Saat ini, kebutuhan perlindungan hak pekerja di sektor pertanian/perkebunan atau buruh sawit sungguh sangat mendesak," tegas Natal.
Reporter : Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber : Merdeka.com
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3493868/curhatan-buruh-sawit-mulai-dari-intimidasi-pengusaha-sampai-upah-murahBagikan Berita Ini
0 Response to "Curhatan Buruh Sawit, Mulai dari Intimidasi Pengusaha sampai Upah Murah"
Post a Comment