:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/2211745/original/064041100_1526271869-20180514-Bom-Meledak-di-Markas-Polrestabes-Surabaya--AP-5.jpg)
Dikutip dari merdeka.com, JAD muncul sekitar 2015. JAD juga dikenal dengan sebutan Jamaah Anshorut Daulah Khilafah Nusantara (JADKN). Jaringan ini dipimpin langsung oleh Bahrun Naim yang disebut-sebut sebagai Koordinator ISIS Indonesia di Suriah. Di Indonesia, JAD dipimpin oleh Aman Abdurahman yang kini mendekam di Nusakambangan dan Abu Jandal yang dikabarkan tewas dalam sebuah serangan.
Pada Januari 2017, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengeluarkan pernyataan yang mengategorikan JAD sebagai kelompok di Indonesia yang paling mendukung ISIS. JAD juga disebut sebagai organisasi payung yang terdiri dari ratusan simpatisan ISIS yang berada di seluruh penjuru Indonesia.
Meski bukan tergolong jaringan yang eksis melakukan serangan teror, namun kenyataannya serangkaian aksi teror di Indonesia belakangan ini dilakoni simpatisan JAD. Sebut saja aksi bom Thamrin, bom di Polres Surakarta, penyerangan Mapolres Banyumas, bom panci di Cicendo Bandung, baku tembak di Tuban, Jawa Timur, penyerangan Pospol Cikokol Banten, pengeboman Gereja Oikumene Samarinda, dan terbaru bom bunuh diri Kampung Melayu. JAD juga disebut-sebut pernah menyiapkan bom besar untuk Istana Negara, namun berhasil digagalkan.
Mereka yang bergabung dalam JAD belajar membuat bom secara otodidak, dengan bantuan internet. Bahrun Naim memberikan online training kepada anggota kelompoknya. Begitu pula cara mereka berkomunikasi dengan Bahrun Naim juga mengandalkan jejaring sosial. Untuk pendanaannya dikirim Bahrun Naim melalui transfer antarbank.
Polisi dengan mudah mendeteksi sel JAD terhubung dengan Bahrun Naim salah satunya dari jenis bom yang dirakit.
"Kalau kita lihat dari bom yang digunakan yaitu bom panci, bisa membuat bom dari alat dapur, termasuk bom panci ini bahaya karena memiliki tekanan tinggi. Membuat bom dari alat dapur, bahkan dari gula saja dia bisa membuat bom," jelas Tito di RS Polri saat konferensi pers terkait Bom Kampung Melayu, 2017.
Menurut Tito, bom panci partikelnya lebih bahaya karena ada gunting, mur, bahan peledak menggunakan TATP yang merupakan ciri khas dari kelompok ISIS.
Siapa sasaran JAD? JAD mendapatkan doktrin dan instruksi untuk menyerang polisi. Anggota kepolisian yang rentan menjadi target serangan adalah mereka yang bertugas di pos polisi dan polisi lalu lintas. Mereka menggunakan doktrin Takfiri. Kapolri menjelaskan, doktrin ini ditanamkan bahwa segala sesuatu yang bukan berasal dari Tuhan adalah haram.
"Sehingga muslim yang dianggap tidak sepaham dengan mereka dianggap kafir," kata Tito.
Kafir yang dimaksudkan para teroris tersebut adalah Kafir Harbi dan juga Kafir Dzimmi. Polisi diposisikan sebagai Kafir Harbi yaitu kafir yang menjadi musuh Allah, musuh Rasulullah, dan musuh kaum Muslimin. Kafir ini selalu membenci Islam, dan senantiasa menumpahkan darah kaum Muslimin. Mereka tidak henti-hentinya memerangi umat Islam, menyiksa, membunuh dan membantai.
"Polisi karena tugasnya, kita melakukan penindakan hukum. Jadi bagi mereka adalah Kafir Harbi. Lebih dari 120 anggota Polri jadi korban, 40 di antaranya termasuk yang gugur. Sementara luka 80-an," ujarnya.
Sedangkan Kafir Dzimmi yaitu kafir yang tidak memusuhi Islam. Sebaliknya, mereka adalah kafir yang tunduk kepada aturan negara Khilafah sebagai warga negara, meskipun mereka tetap dalam agama mereka.
https://www.liputan6.com/news/read/3525121/jad-di-balik-horor-teror-surabayaBagikan Berita Ini
0 Response to "JAD di Balik Horor Teror Surabaya"
Post a Comment