Search

Koalisi Umat dalam Bayangan Keajaiban Politik

Ketua PBNU Said Aqil Siradj terlihat bingung ketika diminta menanggapi wacana pembentukan koalisi keumatan yang kian santer terdengar. Menurut dia, umat tidak perlu lagi untuk berkoalisi.

"Umat kok koalisi, umat tuh gak koalisi," ujar Said seraya tertawa, di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (8/6/2018).

Koalisi keumatan sendiri diidentikkan dengan empat partai, yakni, PKS, Gerindra, PAN dan PBB. Wacana koalisi keumatan muncul setelah sejumlah petinggi partai bertemu pentolan FPI Rizieq Shihab di Arab Saudi.

Said Aqil mengomentari etika berpolitik yang menggunakan agama. Ia mencontohkan penggunaan dalil-dalil ataupun pembagian zakat untuk mendompleng elektabilitas.

Menurut Said, organisasinya menolak jika agama dijadikan sebagai alat untuk berpolitik. Karena, kata dia, agama dilihat sebagai suatu yang murni, mulia dan suci, bukan untuk kepentingan sesaat.

"Nilai-nilai illahiyah, nilai-nilai Tuhan, jangan untuk kepentingan sesaat," imbuhnya.

Terpisah, Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Indivasi, Ali Mochtar Ngabalin menilai pembentukan koalisi keumatan tersebut dapat memecah belah rakyat Indonesia.

"Ini yang saya jelaskan gunakan pilihan kata yang kurang santun yang pecah belah rakyat pecah belah umat," kata Ali Mochtar Ngabalin.

Dia pun mempertanyakan umat mana yang dimaksud masuk dalam koalisi keumatan. Dia meminta agar seluruh pihak menggunakan strategi politik secara santun dalam Pilpres 2019.

"Umat mana yang dimaksudnya? Mari berpolitik dengan santun dengan cara yang mengedepankan ahlakul karimah," ujar Ngabalin.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan, istilah umat yang mereka wakili tak bermakna untuk seluruh kepentingan muslim. Sebab, jumlah umat Islam yang terwakili di dalam koalisi pengusung Jokowi lebih besar dibanding jumlah koalisi umat atau umat Islam koalisi di luar Jokowi.

"Karena jumlah umat Islam yang terwakili di dalam koalisi pengusung Pak Jokowi hari ini juga sudah lebih besar dibandingkan jumlah umat Islam yang mereka wakili," ucap Romi.

"Jadi istilah penggunaan umat ini sesungguhnya merupakan bagian dari ikhtiar untuk mencoba menyatukan seluruh potensi umat Islam, tapi yakinlah bahwa itu tidak akan terjadi karena namanya juga klaim, ini sebuah ikhtiar yang patut kita apresiasi tapi sesungguhnya belum tentu seluruh komponen umat Islam terwakili disana," ujar Romi.

Dia juga melihat koalisi umat tersebut bukan sebuah ancaman untuk kubu Jokowi. Melainkan, kata dia, bagian dari mitra kontestasi yang akan mampu memberangkatkan pasangan di luar Jokowi.

"Sampai hari ini kan kalo kita lihat pilihan tagar #2019GantiPresiden itu merupakan ikhtiar untuk menyatukan seluruh kekuatan anti-Jokowi, baik yang Pro-Prabowo maupun yang di luar Pro-Prabowo," ucap Romi.

"Tetapi dari angka-angka survei hari ini yang terus kita lakukan menunjukkan bahwa hastag ini kan juga tidak mampu mengkonsolidir itu semua, jadi saya tidak melihat itu sebagai sebuah ancaman tapi itu sebagai mitra kontestasi yang akan mengulang pertandingan 2014 yang lalu," tegas Romi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto menuturkan, pihaknya terus mengawasi perang hashtag atau tanda pagar (tagar) terkait Pilpres 2019.

Let's block ads! (Why?)

https://www.liputan6.com/news/read/3555520/koalisi-umat-dalam-bayangan-keajaiban-politik

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Koalisi Umat dalam Bayangan Keajaiban Politik"

Post a Comment

Powered by Blogger.