GROBOGAN, KOMPAS.com - Ribuan warga Desa Ngombak dan Desa Karanglangu, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menggelar tradisi kebudayaan yang sarat akan makna toleransi, Selasa (24/7/2018) siang.
Masyarakat setempat biasa menamainya dengan sebutan "Tradisi Tubo".
Tradisi yang berlangsung sejak ratusan tahun silam ini berlangsung setiap dua tahun sekali. Sekitar pukul 11.00 WIB, ribuan warga dari dua desa itu beramai-ramai terjun ke sungai Tuntang berarus deras yang membelah desa mereka.
Akar Tuba
Sebelum Tradisi Tubo dilaksanakan, para tokoh masyarakat setempat menggelar ritual doa berikut meramu racun tradisional untuk disebar di sungai tersebut.
Nah, ramuan alami peninggalan nenek moyang atau leluhur warga setempat itulah yang kemudian digunakan untuk meracuni ikan di sungai itu. Racun khusus ikan itu dijulukinya "Racun Tubo". Tubo sendiri sebenarnya adalah kata lain dari Tuba.
Tuba, dalam bahasa ilmiah disebut Derris elliptica, merupakan jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai peracun ikan. Akar tanaman Tuba ini memiliki kandungan rotenone, sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga (insektisida).
Tuba sering disebut juga sebagai Akar Tuba. Dalam bahasa Inggris biasa disebut sebagai Derris Root, Duva Ni Vavalagi, atau Tuba Root.
Di negara lain dikenal dengan sebutan Tuba (Brunei), Hon (Laos), K’biehs (Kamboja), tuba root, tugling-pula (Filipina), Touba (Perancis), Akar Tuba (Malaysia), dan Lai Nam (Thailand).
Tumbuhan Tuba (Derris elliptica) yang berpotensi sebagai biopestisida ini selain dijumpai hampir di seluruh wilayah di Indonesia juga terdapat di Bangladesh, Asia Tenggara, dan beberapa kepulauan di Pasifik.
Tuba merupakan tumbuhan berkayu memanjat (liana) dengan 7 – 15 pasang daun pada tiap rantingnya. Daun muda berambut kaku pada kedua permukaannya. Di bagian bawah daun diliputi oleh bulu lembut berwarna perang. Batangnya merambat dengan ketinggian hingga 10 meter. Ranting-ranting Tuba tua berwarna kecoklatan.
Mengular 3 Kilometer Penuhi Sungai
Dalam tradisi Tubo, akar Tuba diramu dengan ketela pohon. Hasil olahan bahan alami itu dicampur dengan air kemudian diisi ke dalam beberapa kendi.
Setelah didoakan, beberapa perwakilan warga menceburkan diri ke sungai dan memecahkan kendi berisi racun Tubo itu ke tengah sungai. Selang beberapa jam, ikan-ikan di sungai itu keracunan dan bermunculan ke permukaan air.
Tanpa aba-aba, ribuan orang yang telah lama menanti di pinggir sungai kemudian dengan suka cita berenang menceburkan diri ke sungai Tuntang untuk berebut ikan.
Ribuan orang itu adalah penduduk dua desa yang lokasi perkampungannya berseberangan atau terpisah oleh sungai tersebut.
Ikan-ikan habitat air tawar yang telah keracunan itu menjadi sasaran tangkapan keroyokan para warga baik tua maupun muda. Ada yang menggunakan jaring, keranjang, dan tangan kosong untuk menangkap dan mengumpulkan ikan yang kelabakan nyaris sekarat itu.
Unik, seru dan menarik. Sepanjang lebih kurang tiga kilometer, warga mengular berbasah-basahan memenuhi sungai. Mereka tumpah ruah menceburkan diri ke sungai berkedalaman 80 meter itu untuk berebut ikan di sungai.
Praktis, tradisi Tubo ini menjadi jujukan wisata. Jamak warga dari berbagai penjuru daerah rela berdatangan untuk menyaksikannya.
Seperti halnya Wawan Suyuti (36), warga Yogyakarta. Pekerja swasta ini datang berkunjung bersama teman-temannya, menumpang mobil meski harus menempuh perjalanan waktu berjam-jam.
"Seru sekali. Sudah lama kami penasaran dan ingin menontonnya. Tapi baru kali ini keturutan," kata Wawan kepada Kompas.com.
Eratkan Tali Persaudaraan
Kepala Desa Ngombak, Kartini, menyampaikan tradisi Tuba sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Kegiatan "Nguri-Nguri Budaya" ini merupakan pengejawantahan dari kerukunan antar warga yang telah diwariskan oleh nenek moyang warga setempat.
Tradisi Tubo erat hubungannya dengan kepercayaan warga masyarakat akan sosok Kedhana dan Kedhini, yaitu Raden Sutejo dan Roro Musiah yang diyakini sebagai pendiri Desa Ngombak dan Desa Karanglangu.
Menurut mitologi, Kedhana dan Kedhini adalah saudara kandung. Mereka terpisah sewaktu keduanya masih kecil. Keduanya berkelana secara terpisah melewati hutan dan sungai, hingga akhirnya kedhana berhenti dan menetap di suatu desa yang diberi nama dengan Desa Karanglangu. Sedangkan Kedhini berhenti dan menetap di suatu desa yang diberi nama desa Ngombak.
Singkat cerita setelah keduanya dewasa, mereka pun bertemu hingga saling jatuh cinta dan hampir menikah. Pernikahan itu akhirnya urung terjadi setelah terungkap bahwa mereka adalah kakak beradik yang telah lama terpisah.
"Pertemuan antara saudara kandung yang sudah lama terpisah ini kemudian diperingati dengan perayaan syukuran kala itu yakni Tradisi Tubo. Ikan-ikan yang terkumpul akan dimasak beramai-ramai dan menjadi santapan warga. Sejatinya tradisi ini adalah menyatukan tali persaudaraan khususnya antara Desa Ngombak dan Desa Karanglangu. Turun-temurun kami semua rukun bersaudara tidak ada perbedaan. Ini bukti toleransi antar umat warga yang berlangsung sejak dulu," pungkas Kartini.
https://travel.kompas.com/read/2018/07/24/182500827/tradisi-tubo-ketika-ribuan-orang-berebut-ikan-di-sungai
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tradisi Tubo, Ketika Ribuan Orang Berebut Ikan di Sungai"
Post a Comment