SANA'A, KOMPAS.com - Yasser kecil di usia yang masih belia, 12 tahun, melihat keluarganya dihantam serangan udara di Yaman.
Dilansir Daily Mirror Senin (17/9/2018), anak itu menjadi trauma setelah melihat orangtua dan tiga saudaranya tewas.
Dia berkata, roket pertama menghantam gerbang rumah sakit. Sadar dari keterkejutannya, Yasser melihat jenazah para korban.
Baca juga: Bocah 10 Tahun di Yaman Ditembak di Kepala Saat Bermain Sepak Bola
"Suaranya sangat menakutkan. Meski ayah saya telah tewas, saya terus berlari ke arah pegunungan karena sangat takut," ujar Yasser.
Kini, setiap kali dia mendengar deru mesin jet tempur, dia bakal berlari dan berteriak "monster telah datang".
Seorang kerabat yang kini merawatnya berkata, Yasser adalah anak yang aktif dan pintar. Dia juga suka bermain.
Namun, trauma yang menghinggapi membuatnya menjadi mudah panik. "Segera setelah suara pesawat terdengar, dia bakal berteriak dan lari," kata kerabat itu.
Yasser merupakan salah satu dari ribuan anak yang harus bertahan di tengah konflik Yaman yang telah berlangsung tiga tahun itu.
Merujuk kepada data Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) di 2017, terdapat 1.316 anak yang terbunuh maupun cacat.
Setengah dari anak-anak yang menjadi korban tewas maupun cacat itu terjadi akibat serangan udara. 370 di antaranya dilaporkan dilakukan koalisi Saudi.
Agustus lalu, serangan udara yang dilakukan koalisi pimpinan Arab Saudi menewaskan sekitar 46 orang, dengan mayoritas di antaranya anak-anak.
Yayasan War Child dalam laporannya menyatakan, Inggris harus bertanggung jawab karena telah mempersenjatai koalisi.
Sejak 2015 merunut Kampanye Anti-perdagangan Senjata (CAAT), Inggris menjual senjata senilai 4,7 miliar pound Inggris, sekitar Rp 91,8 triliun, ke Saudi.
Maret lalu, pabrikan senjata terbesar Inggris, BAE, menjual 48 jet tempur Typhoon setelah Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) berkunjung.
Baca juga: Ribuan Warga Iringi Pemakaman Anak-anak Yaman yang Tewas Dihantam Misil
Kementerian Luar Negeri Inggris menyatakan, mereka bukanlah anggota koalisi Saudi. Namun kebijakan politiknya adalah mengembalikan stabilitas di Yaman.
War Child mengkritik respon itu dengan menuturkan, London seharusnya bisa mencegah pelanggaran tersebut.
Namun, alih-alih mendanai kemanusiaan dan pembangunan, Inggris menyediakan militer, logistik, dan diplomatik kepada Saudi.
Ketua Kebijakan War Child Rocco Blume berujar, pemerintah Inggris harus menghentikan suplai kepada Riyadh.
Sebab terdapat bukti nyata bahwa Saudi telah melakukan pelanggaran internasional. "Saat ini, darah ada di tangan kami," kata Blume.
Baca juga: Koalisi Saudi Akui Bersalah atas Serangan yang Tewaskan Anak-anak Yaman
https://internasional.kompas.com/read/2018/09/17/21280431/anak-anak-di-konflik-yaman-menjerit-setiap-dengar-deru-jet-tempur
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Anak-anak di Konflik Yaman: Menjerit Setiap Dengar Deru Jet Tempur"
Post a Comment