JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) menilai, alasan gugatan yang diajukan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam terhadap ahli lingkungan Basuki Wasis terlalu mengada-ada. Menurut KPK, gugatan itu tidak layak untuk dilanjutkan di pengadilan.
"Alasan Nur Alam telah mengalami kerugian materil sejumlah Rp 93,61 juta karena tidak mendapatkan tunjangan lainnya, sebagai akibat menjadi tersangka dan ditahan oleh KPK, kami pandang mengada-ngada," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Selasa (2/10/2018).
Basuki Wasis sebelumnya dihadirkan oleh jaksa KPK sebagai saksi ahli dalam persidangan terhadap Nur Alam di Pengadilan Tipikor Jakarta. Basuki diminta oleh KPK untuk menghitung kerugian negara akibat perbuatan yang dilakukan Nur Alam.
Namun, Nur Alam keberatan dengan keterangan Basuki Wasis dan mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Cibinong.
Baca juga: KPK Harap Hakim Tolak Gugatan Nur Alam terhadap Ahli Lingkungan Basuki Wasis
Dalam gugatan, Nur Alam beralasan telah mengalami kerugian materil sejumlah Rp 93,61 juta. Kerugian itu karena tidak mendapatkan tunjangan lain seperti insentif pajak bahan bakar, insentif pajak balik nama, dan insentif pajak kendaraan bermotor untuk Triwulan III Tahun 2017 hingga Triwulan I Tahun 2018.
Menurut Nur Alam, kerugian itu sebagai akibat menjadi tersangka dan ditahan oleh KPK. Seolah-olah, menurut Febri, Nur Alam dijadikan tersangka hanya karena keterangan ahli Basuki Wasis.
"Padahal, dalam penetapan tersangka KPK tidak bergantung hanya pada satu keterangan ahli. Bahkan dugaan korupsi yang didakwakan pada Nur Alam tidak hanya satu, melainkan dua, yaitu terkait persetujuan IUP dan menerima gratifikasi," kata Febri.
Baca juga: KPK Jadi Pihak Terkait Perkara Gugatan Nur Alam terhadap Saksi Ahli
Menurut KPK, tidak diterimanya tunjangan oleh Nur Alam sejumlah Rp 93,61 juta tersebut bukan karena perbuatan Basuki Wasis, tetapi justru karena dugaan perbuatan korupsi Nur Alam yang kemudian diproses oleh KPK. Hal ini semakin diperkuat, karena hingga tingkat Pengadilan Tinggi, Nur Alam divonis bersalah melakukan korupsi.
Nur Alam sebelumnya divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut hakim, Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenang selaku Gubernur dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Nur Alam terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun. Menurut hakim, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar. Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun.
Selain itu, Nur Alam dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd. Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian memperberat hukuman terhadap Nur Alam. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu diperberat hukumannya dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/02/17295501/kpk-anggap-alasan-gugatan-nur-alam-terhadap-ahli-terkesan-mengada-adaBagikan Berita Ini
0 Response to "KPK Anggap Alasan Gugatan Nur Alam terhadap Ahli Terkesan ..."
Post a Comment