Ada dua hal dari PBB yang tampaknya menarik untuk disimak oleh publik Indonesia pada tahun 2019. Hal pertama tentu saja bahwa Indonesia akan memulai tugas sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Hal kedua adalah bahwa Palestina akan mengambil obor kepemimpinan negara-negara berkembang di PBB.
Negara-negara berkembang telah sepakat memilih Palestina menjadi ketua Group of 77 and China (G77) untuk Markas PBB di New York mulai 1 Januari hingga 31 Desember 2019. Keputusan tersebut disepakati oleh G77 pada bulan Juli 2018 dan dikukuhkan oleh para Menteri Luar Negeri negara-negara G77 bulan September lalu di New York.
G77 adalah kelompok negosiasi negara-negara berkembang di PBB untuk isu-isu ekonomi dan pembangunan, seperti contohnya pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, perumahan, migrasi, perdagangan, dan perubahan iklim. Isu-isu ini umumnya dibahas pada Komite Dua Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ataupun di Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC).
Kelompok yang awalnya digawangi oleh 77 negara ini kini telah berkembang memiliki 134 negara anggota. G77 adalah organisasi negara berkembang terbesar di PBB saat ini mengingat hampir 70% dari negara anggota PBB adalah anggota G77. Dapat dibayangkan gaung kekuatan negosiasi G77 sebagai satu suara.
Arti penting kepemimpinan Palestina di G77
Kepemimpinan Palestina di G77 menunjukkan bahwa negara-negara berkembang di dunia, termasuk Indonesia, tidak pernah meninggalkan Palestina. Negara-negara berkembang memberi pengakuan dan dukungan penuh terhadap perjuangan Palestina menjadi negara yang merdeka dan berdaulat, khususnya setelah Amerika Serikat menjalankan kebijakan yang kian menekan Palestina.
G77 sendiri selama ini telah setia berdiri mendampingi perjuangan Palestina. Hal ini dapat dilihat dari berbagai pernyataan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina oleh G77 di PBB. G77 selalu memasukkan kepentingan Palestina dalam berbagai resolusi Komite Dua SMU PBB dan menjamin bahwa meski hanya berstatus pengamat, Palestina tetap mendapat manfaat dari program kegiatan PBB. G77 juga mendanai berbagai proyek dalam kerangka Kerja-sama Selatan-Selatan (KSS) yang beberapa di antaranya diikuti oleh peserta dari Palestina.
Dengan menjadi Ketua G77, Palestina punya andil lebih untuk ikut menentukan prioritas negara berkembang di PBB selama tahun 2019. Palestina juga akan memiliki wewenang untuk menyelenggarakan dan memimpin pertemuan-pertemuan G77 serta menyusun konsep pernyataan bersama G77 dan membacakannya dalam pertemuan-pertemuan PBB. Tidak kalah penting, Palestina akan membawa nama G77 dan berbagi meja negosiasi menghadapi negara-negara maju seperti AS, Kanada, negara-negara Uni Eropa, Australia, Jepang, Korea Selatan, ataupun Israel sendiri.
Foto: Duta Besar Riyad Mansour, Pengamat Tetap Negara Palestina untuk PBB di New York
Tugas Sebagai Ketua G77
Menjadi ketua G77, memimpin 134 negara berkembang, adalah sebuah tugas besar. Sebagai gambaran, berikut adalah tugas-tugas yang perlu dilakukan para diplomat dari negara Ketua G77:
• Memimpin pertemuan-pertemuan G77 untuk mendapatkan pandangan bersama kelompok terhadap suatu isu di PBB. Dapat dibayangkan betapa sulitnya mencapai kesepakatan di antara 134 negara anggota.
• Memimpin pertemuan-pertemuan G77 untuk membahas rancangan resolusi Sidang Majelis Umum (SMU) PBB. Sebagai catatan, jumlah resolusi SMU PBB dalam bidang ekonomi dan pembangunan setiap tahunnya berjumlah sekitar 60 resolusi.
• Membagi-bagi tugas koordinasi negosiasi berbagai resolusi dengan rekan sesama negara anggota G77 dan mengawasi perkembangan negosiasi masing-masing resolusi.
• Mewakili dan membacakan posisi bersama G77 dalam berbagai pertemuan PBB yang membahas isu ekonomi dan pembangunan.
Tantangan yang mungkin dihadapi Palestina
Mengingat tugas sebagai Ketua G77 yang berat, maka tantangan pertama yang mungkin dihadapi Palestina ke depan adalah sumber daya, khususnya SDM. Delegasi Palestina harus didukung oleh para diplomat yang handal dalam memimpin pertemuan multilateral.
Berdasarkan pengalaman negara-negara Ketua G77 sebelumnya, umumnya dibutuhkan hingga 6-8 diplomat di luar level Duta Besar dalam tim Keketuaan G77. Sementara itu, Delegasi Palestina yang menangani isu ekonomi dan pembangunan selama ini hanya 1-2 diplomat saja.
Berdasarkan data yang tercatat di buku Delegasi PBB, UN Blue Book, edisi Agustus 2018, Perutusan Tetap Palestina untuk PBB hanya memiliki 2 diplomat level Duta Besar, 6 diplomat level di bawahnya, dan 1 penasehat. Mereka harus menangani seluruh isu yang dibahas di PBB, tidak hanya isu ekonomi dan pembangunan. Dapat dikatakan bahwa jumlah diplomat Palestina perlu diperkuat untuk dapat memimpin pertemuan-pertemuan G77.
Tantangan kedua yang mungkin dihadapi adalah jika Palestina ingin menambah jumlah Delegasi, maka terdapat potensi tantangan yang mungkin muncul dari pihak AS selaku negara tuan rumah. Media The Wire dalam artikelnya menyoroti penolakan visa terhadap 6 delegasi Palestina yang akan mengikuti pertemuan PBB pada bulan Juli 2018. Hal yang sama mungkin saja terjadi untuk Delegasi Palestina yang akan menjadi bagian dari tim Keketuaan G77.
Tantangan ketiga yang mungkin dihadapi Palestina adalah kemungkinan penolakan AS dan Israel untuk duduk semeja dengan Palestina dalam proses negosiasi. Meskipun Palestina adalah Ketua G77, AS dan Israel dapat menggunakan argumentasi bahwa Palestina hanyalah negara pengamat dan bukan negara anggota penuh PBB. Terdapat hak dan kewajiban yang berbeda antara negara pengamat dan negara anggota PBB, termasuk dalam hal membacakan pernyataan kelompok.
Jika tantangan ketiga ini terjadi maka diperlukan kesatuan yang kuat dari negara-negara anggota G77 untuk terus mendukung posisi Palestina sebagai ketua G77. Diperlukan juga kepiawaian dari Ketua Komite Dua SMU PBB, baik Duta Besar Jorge Skinner-Klée Arenales dari Guatemala yang menjabat Ketua Komite Dua SMU PBB sesi ke-73 hingga September 2019, ataupun duta besar dari negara manapun yang akan terpilih menjadi Ketua Komite Dua SMU PBB sesi ke-74 yang akan meneruskan posisi mulai September 2019.
Akan menarik sekali untuk mengikuti perkembangan kepemimpinan Palestina di G77, serta bagaimana sikap negara maju, khususnya AS dan Israel, menghadapi hal ini. Apakah AS dan Israel mau berbagi meja dengan Delegasi Palestina yang mewakili G77 dalam perundingan? Apakah negara-negara maju lain dapat menerima keberadaan Palestina di tengah tekanan AS? Apakah G77 dapat tetap menjaga kesatuan suara mereka dalam menghadapi tekanan negara-negara maju?
Just wait and see.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Palestina Memimpin Negara Berkembang di PBB"
Post a Comment