Dalam siaran pers Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) yang diterima detikcom, Minggu (25/11/2018), berdasarkan penjelasan Kejati DKI aplikasi ini berisi beberapa fitur. Di antaranya adalah fatwa MUI, aliran keagamaan, aliran kepercayaan, Ormas, informasi dan laporan pengaduan. Juga data aliran yang ada di Jakarta, daerah mana ada aliran kepercayaan dan aliran keagamaan, mengetahui aliran keagamaan dan aliran kepercayaan yang dilarang, dilengkapi penyebab pelarangan oleh pemerintah dan wadah pengaduan masyarakat tentang aliran yang berkembang di Jakarta.
"Dengan kondisi seperti tersebut di atas, adanya aplikasi ini justru akan memicu peningkatan konflik di antara masyarakat dan membuat kelompok atau individu penganut agama atau keyakinan yang dituduh sesat semakin rentan keselamatannya baik jiwa maupun harta bendanya," tulis siaran pers YLBHI.
YLBHI meminta kejaksaan untuk menghapus aplikasi tersebut. Dia menegaskan, negara harus menjamin warganya memeluk agama dan kepercayaan.
"Berdasarkan hal-hal di atas kami meminta Kejaksaan Agung menjalankan wewenangnya dan meminta Kajati DKI untuk membatalkan Aplikasi PAKEM," tutup YLBHI dalam keterangan tersebut.
Sebelum YLBHI, Komnas HAM juga mengkritik aplikasi tersebut. Menurut Komnas HAM, aplikasi itu berpotensi melanggar HAM, memicu kegaduhan, dan bertentangan dengan semangat toleransi terhadap keberagaman.
"Kami mendesak Kejati dan Kejagung menghapus aplikasi itu," kata komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada detikcom, Sabtu (24/11/2018).
Sedangkan Kasipenkum Kejati DKI Nirwan Nawawi, menjelaskan, aplikasi ini nantinya bisa dimanfaatkan warga untuk melaporkan ormas atau aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang.
"Aplikasi ini menerima pengaduan masyarakat apabila menemukan indikasi kelompok aliran kepercayaan atau ormas yang menyimpang," ucap Nirwan.
(asp/rvk)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Aplikasi Pelaporan Aliran Menyimpang Buatan Jaksa Tuai Kontroversi"
Post a Comment