JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah mobil pikap yang menganggkut 23 santri terguling di Jalan Boulevard Green Lake, Cipondoh, Tangerang, Minggu (25/11/2018). Akibat insiden tersebut, dikabarkan tiga orang tewas setelah sempat dilarikan ke rumah sakit.
Meski miris, namun kejadian ini menurut Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, menjadi salah satu contoh buruk dari dampak pelanggaran lalu lintas yang berujung petaka.
"Kalau kita merujuk pada undang-undang lalu lintas, jelas si pengendara melanggar. Mobil ini masuk dalam kategori mobil barang yang bukan diperuntukan untuk menggangkut orang atau penumpang, apalagi jumlahnya sampai puluhan dan jelas itu over capacity," ucap Jusri saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/11/2018).
Baca juga: Dibandingkan 2017, Fatalitas Kecelakaan Turun 1 Persen
Jusri menjelaskan insiden tersebut melanggar aturan yang tertuang pada pasal 303 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 Tahun 2009. Dalam pasal tersebut dijelaskan, "Setiap orang yang mengemudikan mobil barang untuk mengangkut orang keculai dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu bulan atau denda sebesar Rp 250.000.000.
Dirlantas Polda Metro Jaya lakukan pengecekan ke TKP kejadian kecelakaan mobil pickup yang melibatkan 23 org di Green Lake Cipondoh Tangerang Kota pic.twitter.com/OFjNALrR0N
— TMC Polda Metro Jaya (@TMCPoldaMetro) 25 November 2018
Namun begitu Jusri juga menegaskan bila ada ketidak jelasan dalam peraturan tersebut, karena di pasal 137 ayat 4, disebutkan mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang dengan tiga pengecualian, yakni ;
a. Rasio kendaraan bermotor untuk angkutan borang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai.
b. Untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau
c. Kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.
"Harusnya bila kita berkaca pada keselamatan yang berkaitan dengan nyawa itu tidak ada toleransi. Tapi ok, anggaplah merekan ini diperbolehkan, tapi tetap saja melanggar, pertama soal kapasitas yang sudah jelas berlebih, kedua masalah SIM si pegemudi yang wajib dipertanyakan," ucap Jusri.
Baca juga: Tips Keselamatan Berkaca dari Kecelakaan MPV di Senayan
Jusri menjelasakan kejadian ini sebenarnya menjadi indikator bila masyarakat kita masih sangat lemah memahami arti keselamatan. Karena bila mau diusut-usut, sebenarnya kejadian seperti ini cukup banyak dan berulang kali terjadi.
"Kendaraan yang over capacity cenderung memiliki kemampuan kendali mulai dari setir, suspensi, rem, dan ban tidak akan maksimal, karena telah melampuai daya angkut yang direkomendasikan. Dampak dari hal itu, semua komponen tadi tidak akan mampu mengimbagi daya dinamika yang terjadi, karena kendaraan adalah objek yang bergerak," papar Jusri.
Dari laporan kepolisian, kronologis kejadian berawal dari kendaraan Kijang bak terbuka melaku kencang dari Metland Ciledug ke Green Lake. Ketika melintas fly over dan kondisi jalan berbelok serta menurun, kendaraan kehilangan kendali sehingga menabrak pembatas jalan sebelah kiri dan mengakibatkan kendaraan terbalik.
Sebanyak 20 orang terpental keluar kendaraan, sementara tiga orang meninggal dunia dengan usia yang masih belasan dan masih berstatus pelajar.
https://otomotif.kompas.com/read/2018/11/26/150352515/pikap-angkut-puluhan-santri-terguling-siapa-yang-salah
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pikap Angkut Puluhan Santri Terguling, Siapa yang Salah?"
Post a Comment