Ini merupakan tahun yang sulit bagi saham-saham teknologi besar, dengan kontroversi data dan privasi, juga jatuhnya harga chip dan penjualan ponsel pintar yang mandek. Pertumbuhan ekonomi China yang melambat dan perang dagang AS-China yang berkelanjutan telah membuat Apple dan berbagai fasilitas manufaktur lainnya di Negeri Tirai Bambu langsung berada di jalur mengkhawatirkan.
Saham Apple turun 7% sepanjang tahun ini di tengah aksi jual terhadap saham-saham teknologi, dengan Nasdaq menuju tahun terburuknya sejak 2008.
Raksasa teknologi ini memiliki peran sangat besar dalam indeks S&P 500 Wall Street sebab kapitalisasi pasarnya senilai US$740,99 miliar memiliki bobot 3,4% terhadap indeks tersebut dan merupakan market cap tertinggi kedua setelah Microsoft.
"Kami telah melihat (Apple) pada valuasi yang bahkan lebih rendah daripada saat ini," tulis Pelham Smithers, direktur pelaksana perusahaan riset ekuitas dan intelijen pasar yang berbasis di London, Pelham Smithers Associates, dalam sebuah email kepada CNBC International.
"Dengan gugatan Qualcomm, kejenuhan ponsel pintar, dan kekhawatiran perdagangan, kita dapat dengan mudah menguji posisi terendah bersejarah itu, yang berarti penurunannya hingga 25% dari sekarang," katanya, menyoroti pertempuran lisensi yang panjang antara Qualcomm dengan Apple, di mana penjualan beberapa model iPhone kini telah dilarang di beberapa negara.
Namun, seperti halnya saham robot, "aksi jual ini tampaknya membuat kami siap untuk kesempatan membeli yang langka," kata Smithers. Ia menambahkan bahwa peluang tersebut dapat muncul dengan sendirinya pada tahun 2019 atau bahkan pada tahun 2020.
![]() |
Hal ini akan terjadi ketika Apple berencana untuk memperkenalkan handset 5G-nya, "dan kita harus memiliki kejelasan yang lebih tentang berbagai masalah industri."
Ujian besar untuk Apple akan datang saat peluncuran 5G, kata Smithers dan pengamat industri lainnya. 5G akan merevolusi internet dan memungkinkan koneksi yang lebih cepat dan menurunkan waktu tunda bagi perangkat untuk berkomunikasi dengan satu sama lain.
"Pada akhirnya, mereka (Apple) adalah perusahaan solusi konsumen, dan langkah pertama untuk itu adalah perangkat keras. Dan kemudian itulah yang dapat dilakukan perangkat keras pada perangkat lunak," kata Smithers kepada "Squawk Box Europe" CNBC International pada hari Kamis.
"Jadi saat kita memasuki era 5G, efektivitas handset, tablet mereka di lingkungan ini, baik dari sudut pandang perusahaan atau sudut pandang konsumen, akan menjadi kunci."
Terlepas dari prospek bearish analis, pengamat Apple secara umum masih sangat bullish.
Menurut Reuters, Apple saat ini memiliki 13 peringkat "beli kuat" dari analis, 10 peringkat "beli" dan 20 "tahan", tanpa peringkat "jual" atau "jual kuat". Analis ini memiliki harga target rata-rata US$215 per saham.
Saham saat ini diperdagangkan pada US$157 dan prediksi Smithers akan melihatnya jatuh ke US$117,75, harga yang belum terlihat sejak awal 2017.
Apple turun 1,77% dalam perdagangan premarket, Kamis pada pukul 7.00 pagi waktu setempat, setelah Wall Street mencatatkan reli besar-besaran pada hari Rabu saat Dow Jones membukukan poin kenaikan satu hari terbesar yang pernah ada.
(prm) https://www.cnbcindonesia.com/market/20181228132538-17-48331/waspada-saham-apple-bisa-tergelincir-25-di-2019Bagikan Berita Ini
0 Response to "Waspada, Saham Apple Bisa Tergelincir 25% di 2019 - CNBC Indonesia"
Post a Comment