Search

Menekan Konflik Satwa - Lampost

KONFLIK antara manusia dan satwa liar masih kerap terjadi. Pada kondisi tertentu konflik tersebut tentu merugikan semua pihak. Misalnya gangguan satwa liar yang menyebabkan kerusakan ladang masyarakat atau sebaliknya satwa liar terancam akibat keberadaan manusia.

Kasus terbaru adalah 12 gajah liar merangsek ke Pekon Roworejo, Pekon Bandingagung, Suoh, Lampung Barat, 16 Februari lalu. Warga kewalahan lantaran kawanan gajah masuk ke kebun-kebun dan memakan tanaman warga. Diperkirakan sudah puluhan hektare lahan pertanian rusak akibat serangan gajah.

Keberadaan perkampungan dan ladang warga yang dekat dengan hutan memang memunculkan potensi konflik dengan satwa liar. Kawanan gajah juga pernah masuk ke perkampungan masyarakat di Talang 8, 9, dan 10 Pekon Roworejo, Kecamatan Suoh, Lampung Barat, sehingga menimbulkan ketakutan. Hampir tiap tahun muncul insiden yang melibatkan satwa berbelalai itu.

Pada 15 Agustus tahun lalu, pasangan suami-istri Nasrudin (65) dan Suadah (60), warga asal Tanjungjati, Way Kerap, Semaka, Tanggamus meninggal dunia akibat serangan gajah liar. Ada dugaan kuat korban menempati lokasi yang menjadi jalur habitat gajah.

Balai Besar TNBBS menyebut sejak Juni 2017 beberapa pekon di Kecamatan Semaka mengalami dampak akibat konflik manusia dan gajah Sumatera. Pekon-pekon tersebut, di antaranya Pardawaras, Srikaton, Karangagung, Sidomulyo, dan Tulungasahan. Rata-rata lahan yang rusak terhitung mencapai 100 hektare, baik kebun pisang, pepaya, maupun padi.

Perlu ada solusi jangka panjang menyikapi persoalan ini. Apabila terus-menerus dibiarkan, bukan tidak mungkin akan menimbulkan sikap negatif manusia terhadap satwa liar. Satwa dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus ini bisa menjadi sasaran kekesalan warga.

Salah satu contoh sikap negatif warga adalah dibunuhnya tiga ekor gajah pada tahun 2013 di areal perkebunan di Kecamatan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Kematian satwa dilindungi itu diduga karena diracun.

Konflik antara masyarakat dan gajah merupakan konflik lama yang rutin terjadi sehingga mengancam keberadaan satwa. Gajah sangat membutuhkan keberadaan hutan sebagai tempat hidup dan berkembang biak. Deforestasi yang terus-menerus terjadi makin mengancam kehidupan satwa liar. Termasuk gajah sumatera yang habitatnya terganggu akibat kerusakan hutan. Itu tentunya akibat adanya konversi hutan menjadi perkebunan dan hutan tanaman industri.

Untuk solusi jangka pendek, rentetan birokrasi dalam penanganan gajah liar mesti dipangkas. Tidak seperti saat ini, Balai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) baru bersedia membantu mengatasi gajah liar apabila ada perintah Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Perlu ada langkah responsif petugas balai untuk membantu warga sekitar yang kerap menjadi korban konflik.

Petugas dan pemerhati lingkungan perlu memberikan edukasi kepada warga di sekitar hutan dalam menghalau serangan gajah liar dengan tidak membunuh satwa. Upaya yang ramah lingkungan ini penting dilakukan untuk menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati di Lampung.

Pada prinsipnya manusia dan fauna bisa saling menopang lingkungan hutan. Jika hutan terjaga, manusia jugalah yang akan mendapatkan manfaat positifnya. Setiap generasi memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga lingkungan sehingga tetap lestari.

loading...

EDITOR

Sri Agustina

TAGS


KOMENTAR

Let's block ads! (Why?)

http://www.lampost.co/berita-menekan-konflik-satwa.html

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Menekan Konflik Satwa - Lampost"

Post a Comment

Powered by Blogger.