
Merdeka.com - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan KorupsI (KPK) Zulkarnain mengimbau masyarakat melihat rekam jejak caleg dan partai politik dalam menentukan pilihan di pemilu 2019 mendatang. 81 Daftar caleg, baik DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun DPD mantan narapidana korupsi, beserta partai politik pengusungnya yang telah diumumkan KPU dapat menjadi acuan dalam menilai rekam jejak.
BERITA TERKAIT
"Kalau sudah tahu rekam jejaknya buruk, sebaiknya jangan dipilih. Memilihnya yang di luar rekam jejak (daftar caleg mantan narapidana korupsi) itu saja," kata Zulkarnain yang dihubungi, Senin (25/2).
Menurut Zulkarnain daftar mantan caleg koruptor yang diumumkan KPU itu bisa membantu publik dalam menentukan pilihan. Sebab, dari daftar tersebut bisa terlihat siapa-siapa saja calon legislatif yang integritasnya bermasalah.
"Daftar itu merupakan bentuk transparansi agar publik mendapatkan calon-calon yang terbaik yang duduk di legislatif," kata Zulkarnain.
Di sisi lain, partai politik harus semakin didorong untuk menampilkan calon legislatif yang betul-betul memiliki integritas yang baik. Apalagi sampai saat ini masih banyak partai politik yang justru mencalonkan politisi yang memiliki rekam jejak buruk. Selain NasDem dan PSI, partai peserta Pemilu 2019 masih mencalonkan orang-orang yang integritasnya meragukan karena pernah menjadi narapidana kasus korupsi.
"Karena itu integritas partai politik juga harus menjadi perhatian. Sebab masyarakat juga sudah mulai kritisi dalam melihat rekam jejak ini," paparnya.
Zulkarnain menyebutkan berdasarkan pengalaman-pengalaman pemberantasan korupsi, soal rekam jejak tak bisa dipandang enteng. "Calon legislatif yang rekam jejaknya bermasalah, berpotensi juga membuat masalah ketika sudah terpilih," paparnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai keterlibatan para caleg mantan narapidana korupsi tidak lepas dari peran partai yang mengusungnya. Harusnya, kata dia, partai menjadi 'penjaga gerbang' untuk mengusung kader terbaik mereka dalam kontestasi Pemilu.
"Sehingga kontestasi politik menominasikan mereka untuk menjadi caleg di Pemilu. Akhirnya ditangkap publik sebagai kegagalan partai yang menyajikan kader-kader terbaik mereka yang bebas dari masalah hukum. Nah, mestinya parpol sebagai penyaring dan betul-betul memastikan seleksi berbasis kaderisasi dan berbasis rekrutmen demokratis," kata dia.
Namun, yang terjadi partai politik selain NasDem dan PSI malah mengusung caleg punya problem terkait pelaksanaan tanggung jawab yang berkaitan dengan keuangan negara. Seharusnya, pesta politik tidak membolehkan pemilih ada pada risiko.
Meski demikian, Titi tidak bisa memprediksi akan berdampak kepada suara partai pengusung caleg mantan narapidana korupsi itu atau tidak. Menurut dia, dalam praktiknya ada beberapa mantan narapidana korupsi justru terpilih kembali,
"Jadi, ketika partai mengusung mereka, mestinya pemilih dapat mempertimbangkan rekam jejak mereka dalam menjatuhkan mereka. Terhadap partai, ternyata, memang tidak berhasil mengusung kader terbaiknya. Partai masih mencalonkan caleg yang memiliki potensi masalah dan memiliki resiko bagaimanapun mereka pernah menjadi terpidana korupsi. Apalagi, jabatan yang mereka pilih berkaitan dengan uang negara," tuturnya.
Titi pun mengapresiasi NasDem dan PSI yang tidak mengusung caleg mantan narapidana korupsi. Artinya, NasDem dan PSI punya komitmen menjalankan peran sebagai penyaring kader yang tidak terlibat masalah hukum karena bisa membawa risiko pemilih.
"Jadi patut diapresiasi, artinya kalau partai mau mampu untuk mengusung calon yang tidak pernah menjadi terpidana korupsi. Artinya, mereka bisa mencalonkan kader terbaik," kata dia.
Senada, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay mendukung sikap penyelenggara pemilu yang merilis partai politik yang masih menampung caleg eks napi koruptor. Dengan begitu, masyarakat akan mengetahui secara jelas partai yang pro terhadap pemberantasan korupsi dan tidak.
"Hal yang positif dari bentuk pelayanan informasi bagi para pemilih. Jadi pemilih perlu banyak informasi sebelum memilih. Jadi dikeluarkanya daftar yang resmi maka semua pihak akan lebih lancar dan keraguan karena penyelenggara resmi membukanya," katanya.
Hadar menambahkan, baiknya penyelenggara Pemilu juga mengumumkan nama caleg mantan narapidana korupsi di daerah. Alasannya, di beberapa daerah internet tidak mudah diakses karena jaringan terbatas.
"Perlu menempel di kecamatan, kelurahan desa, di tempat strategis di mana masyarakat bisa melihat itu. Itu yang perlu dilakukan lebih jauh. Karena kebutuhan informasi menentukan pilihannya, bisa jadi sampai hari H belum menentukan pilihan. Bagus juga sampai diumumkan di TPS dan petugas bisa mengumumkan pada saat memulai pencoblosan," sarannya. [eko]
https://www.merdeka.com/politik/rakyat-disarankan-tak-pilih-caleg-dan-partai-pengusung-eks-napi-korupsi.htmlBagikan Berita Ini
0 Response to "Rakyat Disarankan Tak Pilih Caleg dan Partai Pengusung Eks Napi Korupsi | merdeka.com - merdeka.com"
Post a Comment