Stefano Balmelli menatap laut di pantai Pulau Sali, di atas bungalo tempat dia bekerja sebagai Manajer Sali Bay Resort. Tempat ini adalah secuil daratan bagi para mencari ketenangan dari Jerman, Italia, Swis, dan segelintir orang Indonesia.
![]() |
Resor di tepi pantai seluas 350x30 meter persegi ini sudah berdiri sejak 2015, namun baru beroperasi secara resmi pada setahun lalu. Tamu-tamu sudah mulai mengetahui keindahan bawah laut yang gampang dilihat di lautan jernih. Namun Stefano khawatir keindahan kehidupan laut itu tak bertahan lama.
Stefano ingin agar Pemerintah Kabupaten menaruh perhatian pada problem ini. Soalnya, problem bom ikan dan kerusakan lingkungan, termasuk masalah sampah, berisiko besar menghancurkan pariwisata di sini.
"Bukan hanya pariwisata, tapi nelayan juga bisa tidak dapat ikan lagi," kata Stefano. Warga Negara Italia ini kesal sekali dengan ulah para pengebom yang bila kepergok di laut bakal kabur secepat kilat. Stefano menduga mereka bukanlah orang sekitar sini.
![]() |
Sampah-sampah plastik dari Kota Labuha bahkan Ternate bisa terbawa sampai pulau yang indah ini. Bila sudah begitu, sampah akan ditampung oleh karyawan-karyawan yang tak hentinya memungut plastik-plastik itu dari pantai. Sampah terpaksa dibakar karena Stefano tak tahu harus ke mana lagi membuang sampah plastik secara layak.
"Tidak ada waktu lagi untuk menunggu lebih lama menangani sampah. Harus ada kemauan politik," kata Stefano.
Tak jauh dari Sali Bay Resort, ada investor asing lain lagi yang tengah merintis usaha pariwisatanya. Dia adalah Christian Lechner, pemilik Kusu Island Resort. Orang Austria ini bahkan pernah mengejar pengebom ikan seorang diri.
"Pengebom ikan sering muncul. Tiga atau empat bulan lalu, ada sekitar enam atau tujuh orang dalam satu kapal, total ada tiga kapal. Mereka pergi dengan cepat, perahu mereka sama cepatnya dengan perahu kami," kata Chris.
Dia kesal sekali dengan ulah para pengebom ikan. Dia ingin orang-orang sadar bahwa merusak terumbu karang berarti merusak rumah ikan. Akibatnya, nelayan lokal juga dirugikan.
"Bila Anda merusak terumbu karang, maka tak akan ada lagi ikan di sini," kata Chris.
![]() |
"Ini situasi nyata yang Anda orang Indonesia hadapi lho. Ini hidup Anda," imbuhnya.
Dia tengah mengawasi pembangunan bungalo-bungalo dibantu belasan tukang. Menurutnya, alam di sini tak kalah dengan Maladewa atau Raja Ampat. Alam ini perlu dijaga sehingga bisa mendatangkan kemanfaatan secara berkelanjutan bagi masyarakat.
![]() |
Kami beralih ke sisi lain dari Pulau Sali, yakni desa Sali Kecil. Desa ini dihuni sekitar 70 kepala keluarga. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. Tak ada penginapan di sini, karena pariwisata berbasis masyarakat belum dikembangkan.
Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa Sali Kecil, Yusuf Ma'ruf, berbicara kepada saya, para nelayan sini tidak ada yang menggunakan bom. Bila ada yang ketahuan menggunakan bom, maka orang-orang desa akan memanggil Polisi Air dari Babang, Pulau Bacan, pusat Kabupaten Halmahera Selatan. Penduduk di sini sadar, bom ikan bisa merusak laut.
"Masyarakat kita sama sekali tidak pakai bom dan bius ikan. Kami sadar itu bisa merusak laut, merusak nelayan dan juga pariwisata. 20 Orang penduduk desa ini juga bekerja di Sali Resort," kata Yusuf Ma'ruf.
Masyarakat Sali Kecil tak akan bisa mengejar para pembom ikan itu. Soalnya, kapal warga sini kalah cepat ketimbang kapal yang dinaiki para pembom ikan itu. Bom ikan sendiri berupa botol kaca kecil diisi bahan peledak.
"Pembom ikan itu biasa datang saat waktu-waktu salat Jumat, saat lebaran, atau saat laut sedang sepi," kata dia.
Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di Ekspedisi Bahtera Seva.
(dnu/tor)
https://news.detik.com/berita/d-4488694/bom-ikan-perusak-laut-halmahera-selatan-bikin-investor-asing-kesalBagikan Berita Ini
0 Response to "Bom Ikan Perusak Laut Halmahera Selatan Bikin Investor Asing Kesal - detikNews"
Post a Comment