loading...
Jika tidak disiapkan dengan matang, bisa jadi bonus demografi akan menjadi bumerang. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukandan Keluarga Berencana Nasional( BKKBN) Dwi Listyawardani mengatakan bonus demokrasi terbentuk karena proses jangka panjang.
“Pertama, tentu harus ada penurunan angka kelahiran dulu sehingga nanti terbentuk struktur penduduk 2:1, antara usia produktif dan yang tidak,” ungkapnya. Meskipun rata-rata nasional bonus demografi bisa dicapai, tapi belum tentu untuk daerah. Sebab jika angka kelahiran masih tinggi di daerah, bonus demografi tidak akan terwujud.
Baca Juga:
“Meskipun Indonesia secara rata-rata memang sudah, tapi di beberapa provinsi masih tertunda atau tidak terjadi bonus. Itu dari segi struktur,” katanya. Menurut Dwi, bonus demografi harus dibarengi dengan generasi berkualitas. Karena itu, perlu dipersiapkan mulai dari kesehatan calon ibu, kesehatan ibu, anak dari masa kandungan sampai dewasa.
Dia mencontohkan, remaja putri sebagai calon ibu pun harus dipersiapkan sebelum berkeluarga. Salah satunya menikah minimal di usia 21 tahun karena sebagai calon ibu harus dalam kondisi prima. “Harus disadarkan bahwa remaja putri jangan kurang gizi dan seterusnya. Saat ini ada kecenderungan remaja putri separuhnya masih mengalami anemia. Kalau anemia berlanjut sampai pada masa hamil, maka bayinya bisa stunting,” tuturnya.
Kemudian gizi bayi juga harus dipastikan mulai dalam kandungan sampai setelah lahir. Usia setelah lahir yang dimaksud adalah dua tahun pertama. Menurut dia, dua tahun pertama adalah masa penting perkembangan otak, yakni sekitar 80%. Sementara sisanya 20% perkembangan otak terjadi saat usia 2-5 tahun.
“Jadi, jika lewat usia dua tahun tidak diperhatikan, maka lewat sudah masa keemasan. Kemungkinan badannya tetap tumbuh dengan baik, tapi kecerdasannya tidak. Maka dari itu, pentingnya ASI eksklusif. ASI adalah makanan terbaik,” ujarnya. Menurut Dwi, untuk menyiapkan generasi emas yang sehat diperlukan komitmen pemerintah dan masyarakat. Pemerintah daerah harus sadar persoalan stunting di wila yahnya.
Termasuk juga masyarakat harus memperhatikan pola asuh. Pasalnya, jika pola asuh salah, maka bisa berdampak bagi kehidupan anak. “Yang penting lagi soal kesadaran. Kalau kita sudah sarankan dan keluarga masih tidak merespons, kan sulit. Lalu perlunya keterpaduan. Misalnya stunting bukan soal gizi saja, tapi bisa infeksi karena akses air bersih minim sehingga peran seluruh sektor ini penting, baik fisik dan nonfisik.
Termasuk menyediakan makanan tambahan dan suplai gizi untuk ibu hamil,” katanya. Sekjen Kemenkes Oscar Primadi mengatakan, pemerintah sudah pada jalur tepat dalam menyiapkan generasi emas yang sehat. Salah satunya intervensi penanganan stunting yang masih terus bergerak. Meski pemerintah sudah berhasil menurunkan angka stunting dari 37% menjadi 30%, tapi persentase itu masih tinggi.
“Stunting adalah pokok persoalan yang sedang gencar, giat, dan secara terstruktur yang jadi fokus pemerintah. Setidaknya sudah ada 160-an daerah yang kita sasar untuk penurunan stunting ini,” ungkapnya. Menurut dia, stunting adalah masalah krusial yang harus dituntaskan.
Pasalnya, stunting bukan hanya persoalan tumbuh kembang secara fisik, tapi juga kecerdasan anak Indonesia. “Selain memastikan kesehatan dan gizi, penuntasan stunting ini juga dilakukan intervensi dari segala aspek mulai dari masalah lingkungan, budaya, dan lainnya,” ujarnya. Selain stunting, angka kematian ibu juga menjadi fokus pemerintah. Oscar menyebut hal ini dilakukan dengan pendekatan secara holistik.
Dalam hal ini pemerintah terus berusaha melakukan pemenuhan kesehatan yang bermutu di seluruh wilayah Tanah Air. “Bagaimana pemenuhan sumber daya manusia tenaga kesehatan sampai daerah perbatasan dan terpencil, itu sudah digencarkan pemerintah dengan menempatkan dokter, bidan, dokter spesialis. Lalu membangun puskesmaspus kesmas di tempat-tempat yang sulit di jangkau dan standar yang sama,” ujarnya.
Pengembangan SDM tenaga kesehatan pun terus dilakukan berkelanjutan. Apalagi dengan kemajuan teknologi, hal ini semakin mudah dilakukan. Misalnya, adanya elearning bisa menjangkau SDM-SDM tenaga kesehatan di pelosok Tanah Air.
(don)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bonus Demografi Harus Diisi Generasi Sehat dan Cerdas - SINDOnews"
Post a Comment