Search

Israel Tangkap dan Siksa Anak-Anak Palestina karena Melempar Batu - Mata Mata Politik

Anak-anak Palestina sebagian besar mengalami tekanan mental karena terus hidup dalam kondisi konflik. Belum lagi, ada perlakuan semena-mena terhadap mereka kepada mereka. Tentara Israel tidak akan ragu untuk menangkap dan menyiksa anak-anak kecil atas tuduhan pelemparan batu. 

Baca Juga: Bagaimana Israel Bekerja untuk Usir Palestina dari Yerusalem

Oleh: Salwa Sadek (Vox)

Beberapa pekan lalu, seorang remaja Palestina ditembak oleh tentara Israeldan terluka parah

ketika ia berusaha melarikan diri dari upaya penahanan mereka, terlepas dari kenyataan bahwa ia sudah diborgol dan dipasangi penutup mata. Osama Hajahjeh termasuk di antara sekelompok pemuda Palestina yang ditangkap karena melemparkan batu ke arah tentara Israel di desa Tepi Barat, Tuqu’.

Awal bulan April 2019, pasukan Israel juga menangkap Zein Idris, bocah lelaki Palestina berusia 9 tahun, di sekolahnya di kota Hebron Tepi Barat dan menahannya di pangkalan militer terdekat selama kurang dari satu jam.

Sebuah klip video yang direkam oleh juru kampanye hak asasi manusia Aref Jaber menunjukkan para tentara Israel di dalam sekolah dasar yang berusaha untuk menangkap Zein Idris dan adik lelakinya Taim yang berusia 7 tahun, ketika kepala sekolah dan para guru berupaya menghentikan penangkapan itu.

Pada satu titik, seorang prajurit mengancam akan mematahkan lengan seorang guru jika dia tidak melepaskan Zein. Zein akhirnya dibawa pergi ke sebuah kendaraan militer dan ditahan di sebuah pangkalan militer terdekat selama kurang dari satu jam, menurut sekolah tersebut.

Osama dan Zein hanyalah dua dari ribuan anak-anak Palestina yang telah ditahan, terluka, atau bahkan dibunuh oleh angkatan bersenjata Israel selama bertahun-tahun karena melemparkan batu. “Menangkap anak-anak di sini menjadi tindakan yang normal,” kata Jaber, seorang aktivis hak asasi manusia, kepada CNN.

Tetapi penahanan terhadap anak-anak jauh dari tindakan yang “normal.”

“Situasi di lapangan di Wilayah Pendudukan Palestina, dengan lebih dari lima dekade pendudukan militer Israel, adalah krisis hak asasi manusia yang terus-menerus dengan dampak parah pada hak-hak anak, yang menjadi korban pembunuhan di luar hukum, penahanan sewenang-wenang, dan kebijakan hukuman kolektif seperti penghancuran rumah,” Saleh Higazi, wakil direktur regional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty International, dilansir Vox, Minggu (28/4).

Ditahan karena melempar batu

Setiap tahun, sekitar 500-700 anak-anak di Palestina, beberapa di antaranya berusia 12 tahun, ditahan dan dituntut dalam sistem pengadilan militer Israel. Tuduhan yang paling umum adalah melempar batu, menurut Defence for Children International-Palestine (DCI-P).

Hukum militer Israel mengizinkan siapa pun yang berusia 12 tahun ke atas untuk dipenjara. Tetapi menurut Bill Van Esveld, seorang peneliti senior untuk Divisi Hak Anak di Human Rights Watch, pelemparan batu “juga dianggap sebagai kejahatan ‘keamanan’ di bawah hukum militer Israel, yang berarti bahwa anak-anak Palestina yang dituduh melempar batu bahkan mungkin tidak akan diberikan perlindungan hukum tertentu.”

Tahun 2015, anggota parlemen Israel mendorong hukuman lebih keras yang secara langsung menargetkan anak-anak Palestina. Amandemen terhadap hukum pidana Israel termasuk “hukuman 10 tahun karena melempar batu atau benda lain di jalanan tanpa bermaksud menyebabkan cedera, dan 20 tahun karena melempar batu atau benda lain di jalanan dengan maksud menyebabkan cedera.”

Dalam video yang diunggah oleh CNN tentang penangkapan Idris di sekolah, terdengar seorang tentara Israel berkata, “Bocah itu telah melempar batu. Tidak masalah berapa usianya.”

Israel telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak pada tahun 1991, yang mensyaratkan bahwa anak-anak hanya boleh dirampas kebebasannya sebagai langkah terakhir, tidak boleh ditahan secara tidak sah atau sewenang-wenang, dan tidak boleh mengalami penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lainnya yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan.

Tapi, Higazi menyatakan bahwa, “situasi hak asasi anak-anak di Palestina semakin memburuk.”

“Impunitas atas pelanggaran berat hak-hak anak adalah norma; di terlalu banyak tempat, termasuk di Israel dan Palestina,” kata Van Esveld. “Sistem peradilan pidana Israel telah memberlakukan pembatasan yang sangat ketat terhadap beberapa anak-anak Palestina, penangkapan, penahanan, penggerebekan rumah, penahanan di rumah, sehingga mereka mencoba bunuh diri.”

Perlakuan buruk terhadap anak-anak Palestina dianggap normal

Brian K. Barber, seorang peneliti senior di Institute for Palestine Studies, lembaga penelitian nirlaba di Washington, mengatakan bahwa melempar batu adalah “sebuah pertunjukan perlawanan terhadap pendudukan.” Barber menuturkan bahwa, “Seseorang merasa muak dan mengalami opresi dan merasa terhina, dan ingin merespons dengan cara tertentu, dan itu adalah bentuk aksi yang alami sepanjang sejarah.”

Baca Juga: Studi 50 Tahun Ungkap Bias Anti-Palestina Besar-besaran oleh Media AS

Hal itu berlaku bahkan ketika pelemparan batu dilakukan oleh anak berusia 9 tahun. “Itu yang mereka tahu telah dilakukan oleh orang tua dan kakek-nenek mereka, dan juga satu-satunya hal yang harus mereka lakukan untuk menunjukkan pembangkangan,” kata Barber.

Namun, menurut Barber, militer Israel percaya bahwa Palestina tidak boleh menantang mereka dengan cara apa pun. Sementara “melempar batu adalah salah satu cara Palestina secara historis untuk menantang pendudukan dan pasukan militer Israel,” pasukan itu telah “mendefinisikan tindakan itu sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima dan harus dihukum,” ujarnya.

Para pejabat Israel juga merujuk pada sejumlah insiden di mana warga Israel telah terluka atau bahkan terbunuh oleh batu atau kecelakaan mobil yang disebabkan oleh pelemparan batu sebagai upaya justifikasi terhadap hukuman keras yang dijatuhkan kepada para pelaku pelanggaran.

Serangan pelemparan batu juga telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi ultra-ortodoks di Israel terhadap Pasukan Pertahanan Israel (IDF) serta oleh rakyat Israel terhadap rakyat Palestina. Namun, terdapat perbedaan yang nyata dalam perlakuan para pelempar batu tersebut dibandingkan dengan perlakuan terhadap para pelempar batu Palestina.

Sementara orang Palestina biasanya dirugikan secara fisik, dilecehkan secara verbal atau emosional, atau bahkan dibunuh, orang Israel biasanya dihukum dengan cara yang manusiawi. Dalam satu contoh, seorang Israel berusia 20 tahun dijatuhi hukuman pelayanan publik, diharuskan membayar denda, dan diberi hukuman percobaan selama delapan bulan karena melemparkan batu dan melukai seorang warga Palestina.

“Terdapat undang-undang dan praktik lain yang menimbulkan perbedaan sangat besar dalam perlakuan sebenarnya oleh Israel terhadap anak-anak berusia 12 tahun, tergantung pada apakah mereka orang Israel atau Palestina. Terdapat diskriminasi hukum, dan lebih buruk dalam praktiknya,” ujar Van Esveld.

Sejumlah organisasi seperti War Child, organisasi nirlaba yang berbasis di Inggris yang didedikasikan untuk melindungi dan mendukung anak-anak dan kaum muda yang terkena dampak perang, berpendapat bahwa anak-anak ditahan ketika mereka seharusnya menerima dukungan psikososial untuk trauma karena tinggal di zona konflik di Gaza dan Tepi Barat.

“Kebutuhan akan pengasuh yang berkualitas jauh melebihi suplai yang ada. Sementara itu, dalam kenyataannya anak-anak terus hidup dan mengalami trauma,” kata Van Esveld.

Sebuah penelitian yang dirilis bulan Maret 2019 oleh Dewan Pengungsi Norwegia tentang anak-anak yang tinggal di Jalur Gaza menemukan bahwa lebih dari dua pertiga anak yang disurvei mengalami tekanan psikososial karena respon kekerasan terhadap protes Gaza dan serangan harian yang mereka saksikan atau alami. Bersamaan dengan ini, “Sejumlah 54 persen anak dengan mengkhawatirkan mengatakan mereka tidak memiliki harapan untuk masa depan yang lebih cerah.” Studi ini juga menemukan bahwa, “81 persen anak-anak berjuang secara akademis karena stres terkait konflik.”

Menurut DCI-P, 73 persen anak-anak yang ditahan mengalami kekerasan fisik setelah ditangkap. “Anak-anak tersebut seringkali memberikan ‘pengakuan’ tanpa kehadiran orang tua atau pengacara, setelah menjadi sasaran kekerasan verbal, ancaman, fisik, dan psikologis oleh pasukan Israel yang dalam beberapa kasus sama dengan penyiksaan, yang benar-benar dilarang oleh hukum internasional,” Kata Higazi.

Kekerasan pendengaran dan sensorik yang dialami anak-anak dari hari ke hari, di mana banyak yang telah terluka atau ditahan sebagai bentuk hukuman, alih-alih menerima dukungan psikososial seperti seharusnya, telah menyebabkan kekerasan menjadi bagian normal dari realitas “masa kecil” mereka.

Keterangan foto utama: Tentara Israel menangkap seorang bocah lelaki Palestina, menyusul bentrokan di pusat kota Hebron Tepi Barat, tanggal 20 Juni 2014. (Foto: Getty Images/AFP/Thomas Coex)

Israel Tangkap dan Siksa Anak-Anak Palestina karena Melempar Batu

Let's block ads! (Why?)

https://www.matamatapolitik.com/news-penahanan-dan-siksaan-israel-atas-anak-anak-palestina-pelempar-batu/

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Israel Tangkap dan Siksa Anak-Anak Palestina karena Melempar Batu - Mata Mata Politik"

Post a Comment

Powered by Blogger.