Walau tidak menjadi perhatian utama dalam Pemilu 17 April 2019, pemilihan legislatif yang penting untuk diperhatikan. Hasil dari pemilihan legislatif sesuai dengan dugaan, dengan partai-partai besar dan mapan kembali mendominasi perolehan suara. Walau setengah pemilih Indonesia berusia di bawah usia 40 tahun, mereka tampaknya belum memiliki kepercayaan pada partai-partai baru.
Oleh: Ella S. Prihatini (The Conversation)
Indonesia, negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, baru saja mengadakan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif secara serentak hari Rabu (17/4). Hasil penghitungan cepat berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa kandidat presiden petahana Joko “Jokowi” Widodo memenangkan Pilpres 2019 dengan setidaknya 7 persen selisih suara atas capres oposisi Prabowo Subianto.
Survei juga menunjukkan bahwa dari 16 partai yang mencalonkan diri untuk kursi legislatif, partai yang berkuasa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sementara memimpin dengan sekitar 19-20 persen dari total suara dan tidak mengalami lonjakan elektabilitas yang signifikan.
Stagnasi pertumbuhan PDI-P di pemilihan legislatif 2019 ini menjadi hal menarik karena partai-partai lain seperti Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengalami penurunan perolehan suara.
Siapa yang merebut perolehan suara partai-partai tersebut? Sebagian suara mungkin diraih oleh partai Prabowo Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), yang berhasil menyalip posisi kedua. Namun, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah kuda hitam dengan pertumbuhan suara tertinggi tahun 2019.
Partai-partai politik yang saling bersaing
Dalam sistem multipartai di Indonesia, 16 partai politik bersaing untuk mendapatkan lebih dari 20.000 kursi di parlemen nasional dan regional.
Empat partai baru, yakni Partai Garuda, Partai Berkarya, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengawali debutnya di pemilihan legislatif tahun 2019. Seperti yang diperkirakan oleh berbagai lembaga survei menjelang hari pemungutan suara, partai-partai baru mengalami kesulitan untuk melewati ambang suara parlemen 4 persen. Jika partai tidak melewati ambang tersebut, yang setara dengan memenangkan setidaknya 5 juta suara, mereka tidak akan bisa mendapatkan kursi di parlemen.
Hasil penghitungan cepat menunjukkan bahwa para pemilih di Indonesia lebih mendukung partai politik yang lebih tua dan mapan, dibandingkan dengan partai-partai baru.
Dinamika pemilihan legislatif 2019
- Stagnasi perolehan suara partai penguasa
Sebelum pemilihan legislatif, lembaga survei LSI memperkirakan bahwa partai yang mengusung Jokowi, PDI-P, akan mampu memenangkan 24 persen suara. Hasil penghitungan cepat menunjukkan bahwa PDI-P berada dalam kisaran memenangkan 19-20 persen suara. Hasil itu hanya 1 persen lebih tinggi dari periode sebelumnya, yang menunjukkan kinerja stagnan dari partai yang berkuasa. Meskipun masih memimpin perolehan suara, PDI-P tidak mampu meningkatkan basis dukungan mereka secara signifikan.
- Gerindra mengejar perolehan suara Golkar
Sementara Prabowo mungkin kalah dalam Pilpres 2019, Gerindra mengambil nomor dua tahun ini, yang diduduki Golkar dalam pemilihan umum 2014. Hasil penghitungan cepat menunjukkan bahwa Gerindra mendapatkan sekitar 12-13 persen suara. Golkar, partai yang berkuasa selama era Orde Baru Suharto, diperkirakan jatuh ke urutan ketiga dengan meraih sekitar 10-11 persen suara nasional.
- Hanura tidak lolos ambang suara parlemen
Partai Hanura yang dipimpin mantan petinggi militer Wiranto, yang sekarang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, gagal melewati ambang parlemen dan mungkin tidak memenuhi syarat untuk meraih kursi di parlemen nasional. Pengambilan sampel penghitungan cepat menunjukkan perolehan suara Hanura turun ke kisaran 1-2 persen dari 5,26 persen pada pemilihan legislatif 2014.
Konflik kepemimpinan dan skandal korupsi tampaknya telah memperburuk elektabilitas Hanura tahun ini.
- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) nyaris gagal lolos parlemen
Perolehan suara PPP, salah satu partai Islam tertua di Indonesia, anjlok dari 6,5 persen tahun 2014 menjadi sekitar 4,6 persen. Hasil ini menempatkan PPP, yang baru-baru ini terkena skandal korupsi, di zona kritis karena hanya mencapai sedikit di atas ambang batas 4 persen untuk dapat bergabung di parlemen nasional.
- Tren penurunan suara Demokrat
Partai Demokrat, yang didirikan oleh mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terus menderita kekalahan suara. Reputasi partai tampaknya memudar seiring dengan banyaknya kesalahan dalam strategi kampanye mereka. Setelah memenangkan pemilihan legislatif 2009 dengan 20,85 persen suara, elektabilitas mereka turun menjadi 10,19 persen tahun 2014 dan terus menyusut menjadi sekitar 8 persen tahun ini.
- Kebangkitan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
PKS diperkirakan akan mengantongi 2-3 persen suara lebih banyak daripada pemilihan legislatif 2014. Hal itu menunjukkan peningkatan elektabilitas yang signifikan. Dengan demikian, PKS menjadi partai berbasis Islam yang berada di zona aman dengan sekitar 8,6-9,6 persen suara nasional, sementara PKS menargetkan 12 persen suara untuk pemilihan legislatif 2019. Salah satu strategi mereka adalah merangkul para pemilih pemula dan memilih kandidat dengan elektabilitas yang layak untuk bergabung.
- Nasional Demokrat (NasDem) raih lebih banyak suara
Partai NasDem juga berhasil meningkatkan suara dari 6,5 persen dalam pemilihan legislatif 2014 menjadi 8-9 persen tahun ini. Dipimpin oleh pemilik Metro TV Surya Paloh, NasDem mendapat lonjakan elektabilitas berkat promosi besar-besaran di stasiun televisi nasional.
Partai-partai politik baru yang kurang menarik bagi pemilih
Hasil penghitungan cepat oleh berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa partai-partai tua mendominasi kompetisi untuk memenangkan kursi parlemen. Sementara itu, semua partai baru gagal meloloskan calon legislatif mereka ke parlemen nasional.
Penghitungan cepat yang dilakukan oleh Kompas menunjukkan bahwa Partai Perindo, yang didirikan oleh taipan media Harry Tanoesoedibjo berhasil mengumpulkan 2,8 persen suara. Partai Berkarya yang dipelopori oleh anak-anak Suharto juga memenangkan 2,1 persen suara nasional.
PSI yang diketuai oleh Grace Natalie juga tidak berhasil lolos ke Senayan. Meskipun selama periode kampanye dari bulan September 2018 hingga April 2019, partai dengan slogan “Terbuka, Progresif, Itu Kita!” telah melakukan kampanye secara agresif melalui media sosial untuk mempromosikan program dan pandangan politiknya, perolehan suara mereka hanya sekitar 2 persen.
Para pemilih tampaknya belum memahami konsep PSI sebagai partai “anak muda” dalam politik Indonesia. Hal ini telah diprediksi sebelumnya dalam studi yang diterbitkan dalam jurnal Women’s Studies International Forum. Dalam penelitian tersebut, ditunjukkan bahwa pemilih muda masih cenderung memilih kandidat laki-laki dibandingkan perempuan, serta lebih memilih partai tua dan mapan dibandingkan dengan partai politik baru.
Meskipun gagal mendapatkan kursi di parlemen nasional, PSI mencatat keberhasilan yang mencengangkan di ibu kota Indonesia, Jakarta. PSI berhasil memperoleh hampir 8 persen suara di Jakarta menurut penghitungan cepat yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies and Cyrus Network.
Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa setidaknya 80-100 juta pemilih dalam pemilu legislatif 2019 berusia di bawah 40 tahun. Angka ini hampir setengah dari jumlah pemilih terdaftar.
Dari kegagalan PSI dalam pemilihan legislatif nasional, dapat dikatakan bahwa pemilih muda Indonesia belum terbiasa dengan partai baru ini, terlepas dari kampanye agresif mereka di media sosial. Di sisi lain, partai-partai lama, yang relatif tidak melek media sosial, juga menganggap serius para pemilih muda. Mereka merombak manajemen mereka untuk memberi kesempatan bagi politisi muda dalam mengumpulkan suara para pemilih muda.
Preferensi pemilih muda dapat disimpulkan melalui besarnya dukungan yang diberikan kepada partai-partai lama. Namun, perlu diselidiki lebih lanjut bagaimana pemilih muda memainkan peran dalam hasil pemilu legislatif 2019.
Untuk saat ini, dapat disimpulkan bahwa korelasi antara usia pemilih dan usia partai yang dipilih, atau partai politik lama versus partai baru, tidak terlalu signifikan. Dengan kata lain, pemilih muda masih mendukung partai yang berusia lebih tua yang lebih sering berpartisipasi dalam pemilihan.
Ella S. Prihatini meraih Endeavour scholarship di University of Western Australia.
Keterangan foto utama: Hasil pemilu untuk kursi parlemen akan menentukan partai politik mana yang dapat mencalonkan kandidat untuk maju dalam pilpres 2024. (Foto: AFP)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemilihan Legislatif 2019: Parpol Pemenang dan Pecundang - Mata Mata Politik"
Post a Comment