Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai kebijakan pertanahan di era pemerintahan Jokowi belum menyelesaikan masalah konflik tanah.
Menurut dia, ada kontradiksi dalam kebijakan terkait reforma agraria di pemerintahan Jokowi. Hal ini karena kebijakan yang sebenarnya tepat secara konsep tidak diimplementasikan dengan baik.
Dewi mencontohkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria sebenarnya memuat ketentuan yang mendukung perbaikan masalah agraria. Namun, ia menilai perpres tersebut tidak diterapkan secara utuh.
"Reforma agraria akhirnya hanya diterjemahkan sebagai pembagian sertifikat ke masyarakat secara umum, yang padahal memang menjadi kewajiban Kementerian ATR. Ia tidak ke arah untuk menyelesaikan konflik agraria yang ada," kata Dewi dalam diskusi di Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada Selasa (14/5/2019).
"Redistribusi tanah yang dijanjikan pada rakyat berjalan sangat lambat," dia menambahkan.
Dia juga menkritik sikap Menko Perekonomian Darmin Nasution yang menutup akses publik terhadap informasi dan data kepemilikan lahan perkebunan sawit.
Dewi berpendapat hal itu menambah bukti bahwa pemerintahan Jokowi tak serius menyelesaikan konflik agraria. Sebab, kata dia, industri perkebunan sawit selama ini kerap memicu konflik tanah di banyak wilayah.
Berdasarkan data KPA, terdapat 410 kasus konflik agraria selama 2018. Ratusan konflik tersebut berdampak pada 87 ribu kepala keluarga di Indonesia. Sementara 73 persen dari konflik tersebut terkait dengan sektor perkebunan.
"Itu paradoks yang membuat kami melihat bahwa [pemerintah] belum serius nih," ujar Dewi.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "KPA Nilai Kebijakan Agraria Era Jokowi Tak Selesaikan Konflik Tanah - tirto.id"
Post a Comment