Saat itu ibu kota negara Irak sebenarnya sedang mengalami musim semi, namun suasana cukup mencekam. Ya, ISIS menjadi biang keladinya.
Dalam perjalanan dari Bandara Internasional Baghdad menuju KBRI, saya berada di dalam mobil anti peluru dan dikawal oleh dua mobil polisi.
Satu mobil di depan dan satu di belakang. Bahkan selama perjalanan kami harus melewati lebih dari lima titik pengecekan.
Saya menyempatkan diri untuk melihat pemandangan di sebelah kiri dan kanan, tapi yang nampak hanya dinding beton menutupi berbagai bangunan.
Belakangan baru saya tahu kalau dinding beton itu bernama bramer atau T-wall yang dibangun untuk menahan ledakan.
Beruntungnya, situasi Baghdad hari ini sudah jauh lebih baik ketimbang pertama kali saya datang.
Danau Habaniyah, lokasi wisata penduduk Irak yang kembali ramai usai ISIS terusir. (AFP PHOTO / Azhar SHALLAL)
|
Saat ini T-wall dan titik pengecekan sudah dikurangi jumlahnya, sehingga masyarakat dan pendatang lebih leluasa bergerak.
Meski demikian kami tidak boleh lengah karena antek-antek ISIS yang memuja kekerasan yang mengatasnamakan agama masih berpotensi menebar ancaman.
Sejak bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Irak saya belum pernah mendengar ataupun menyaksikan ledakan bom pada saat hari raya Idul Fitri.
Namun serangan teroris di bulan Ramadan sempat terjadi pada awal Juli 2016, ketika bom mobil meledak di kawasan Karada yang menewaskan lebih dari 300 orang.
Ledakan itu merupakan yang terbesar sejak ISIS mulai menguasai sebagian Irak pada tahun 2014.
Tahun ini sudah keempat kalinya saya menjalani puasa Ramadan di Baghdad.
Kalau dibandingkan dengan suasana di Indonesia, suasana puasa dan Idul Fitri di Baghdad memang tidak semeriah di Indonesia.
Hal itu karena 60 persen penduduk Irak merupakan Islam Syiah, sehingga memiliki tradisi yang berbeda dengan Indonesia. Namun bukan berarti nuansa puasa tidak terasa.
Kala bulan puasa tiba, salah satu makanan khas Irak yang saya nantikan adalah masgouf atau sejenis ikan bakar.
Ada cerita menarik tentang ikan ini. Seorang warga Irak yang sudah berusia separuh baya menyebut ikan tersebut ikan Soekarno, karena konon Presiden Soekarno yang membawa bibit ikan mas dan menebarkannya di sungai Tigris saat berkunjung ke Irak pada tahun 1960.
Pengalaman bertugas di Irak jelas sangat baru bagi saya yang sudah bekerja di berbagai KBRI sejak tahun 1988, mulai dari Tehran, Singapura, sampai New York.
Keseharian saya dan staf selayaknya KBRI di negara lain, pergerakan saya sebagai Duta Besar di Irak agak terbatas, karena wajib melibatkan pengawal demi keselamatan beraktivitas.
Bertugas di Baghdad bagi saya adalah sebuah tantangan tersendiri, meskipun setiap tempat sejatinya memiliki karakter yang berbeda.
Hubungan historis antara Irak dan Indonesia menjadi bekal sekaligus tugas bagi saya untuk menerjemahkannya sebagai hubungan ekonomi dan perdagangan yang menguntungkan bagi rakyat kedua negara.
Untuk itulah saat ini saya fokus meningkatkan hubungan perekonomian kedua negara, selain itu perlindungan kepada warga negara Indonesia juga menjadi prioritas perhatian.
[Gambas:Video CNN]
---
Surat dari Rantau adalah rubrik terbaru di CNNIndonesia.com. Rubrik ini berupa "curahan hati" dari WNI yang sedang menetap di luar negeri. Bisa mengenai kisah keseharian, pengalaman wisata, sampai pandangan atas isu sosial yang sedang terjadi di negara yang ditinggali. Tulisan yang dikirim minimal 1.000 kata dan dilengkapi minimal tiga foto berkualitas baik yang berhubungan dengan cerita. Jika Anda ingin mengirimkan cerita, sila hubungi surel berikut: ardita@cnnindonesia.com / ike.agestu@cnnindonesia.com / vetricia.wizach@cnnindonesia.com
(agr/ard)
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190524172411-269-398178/ramadan-di-irak-dan-ikan-soekarnoBagikan Berita Ini
0 Response to "Ramadan di Irak dan Ikan Soekarno - CNN Indonesia"
Post a Comment