Lampung Geh, Bandar Lampung – Sutjiati Kelanaritma Narendra remaja blasteran Amerika Serikat dan Indonesia yang masih berusia 15 tahun yang sebelumnya tergabung dalam Timnas Gymnastic USA ini justru merelakan untuk keluar dari kandangnya demi pulang ke kampung sang ayah.
Wanita muda yang biasa disapa Sutji ini sedikit bercerita bagaimana dirinya bisa menjadi atlet intenasional dengan segudang prestasi yang mampu Ia raih dari berbagai negara. Sutji yang mengaku sudah berlatih senam ritmik sejak berumur 8,5 tahun ini terlihat lincah memainkan berbagai alat yang digunakan saat berkompetisi.
“Awalnya karena nonton kempetisi Olimpic 2015 bersama dengan adikku dan saya tertarik mau ikut senam tapi senam ritmik. Kenapa saya memilih senam ritmik, karena ritmik lebih indah dan tubuhnya itu lebih lentur dan cantik,” ungkap wanita berkulit putih ini saat ditemui Lampung Geh di Batik Siger, Kemiling, Bandar Lampung, Sabtu (18/5).
Sejak itulah dirinya meminta izin dan dukungan dari kedua orang tua untuk berlatih menjadi pesenam ritmik. Latihan demi latihan yang Ia jalani akhirnya membuahkan hasil, pada umurnya yang menginjak 9 tahun, dirinya mulai mengikuti lomba tingkat domestik di USA.
“Sepanjang latihan, baru tahun ini ikut Timnas Amerika, lalu saya pernah berkompetisi di negara lain seperti Bulgaria, Polandia, Portugal dan ada juga dibeberapa negara lain,’’ ujarnya dengan terbata-bata mengeja bahasa Indonesia.
Anak dari pasangan Andy Narendra dan Christina Narendra ini sempat meraih juara 1 Gymnastic Keseluruhan dengan menggunakan empat alat yakni, hula hoop, bola, stik dan pita di Las Vegas pada 2018 lalu.
“Untuk jumlahnya saya lupa berapa kali ikut lomba di tingkat lokal, tetapi terakhir kompetisi di Las Vegas dapat juara 1. Kalau di luar negeri itu di Bulgaria juga dapat juara 1 senam ritmik dengan alat pita,” kata dia.
Dengan berbagai prestasi yang mampu Ia raih ini, dirinya beserta keluarganya memutuskan untuk pindah ke Indonesia dimana itu sebagai kampung halaman sang ayah. Sutji beralasan untuk pindah ke Indonesia karena ingin menata diri kembali dengan tantangan baru.
“Karena di Indonesia banyak kesempatan, di Amerika itu lebih sulit dan banyak tantangan untuk wanita. Karena senam ritmik di Indonesia belum populer saya akan memulai tantangan baru,” ujarnya dengan bersemangat.
Ketika disinggung lebih memilih Amerika atau Indonesia, dirinya menegaskan bahwa lebih mencintai Indonesia dengan berbagai hal yang terkandung di dalamnya. “I love Indonesia, saya suka orangnya, makanannya, dan cuacanya panas. 100 persen bela timnas Indonesia,” ungkapnya sembari tersenyum.
Setelah dirinya menetap di Indonesia sejak 7 bulan lalu, Sutji semakin rajin berlatih senam ritmik di Gedung Olahraga Senam Idola, Rawa Laut, Enggal, Kota Bandar Lampung. Latihan ini ditekuni untuk mengikuti beberapa lomba di tingkat Internasional Asian Championship di Thailand yang direncanakan akan berlangsung pada bulan depan.
“Kalau sekarang latihan setiap hari, itu durasinya bisa 4 hingga 8 jam. Latihan 6 hari per minggu jadi liburnya hari Minggu aja. Jadi Sutji enggak latihan mendasar lagi sudah tahap lanjutan. Instruksinya itu semua sama seperti di Amerika, hanya beda tingkatan,” terangnya.
Sebagai sang ayah, Andy turut mendukung segala aktivitas yang digandrungi anak sulungnya ini. Meski demikian, Ia menuturkan bahwa peran sang ibu yang mampu membawa Sutji menjadi Timnas Amerika yang saat ini sudah bertransisi di Timnas Indonesia.
“Kalau masalah pendidikan dari orang tua, itu persentasi terbanyak ke ibunya. Bahkan disiplin di rumah itu semua istri saya yang kontrol, karena saya sibuk keluar dan bekerja. Tapi kalau masalah disiplin, saya kan orang Indonesia jadi lebih rileks sedikit, kalau istri saya kan lahir di Amerika dan juga keturunan Jerman jadi kedisiplinan itu nomor satu,” ujar ayah Sutji.
Menurutnya Sutji mempunyai karakteristik tipikal anak yang ambisius, bahkan dirinya terus rajin berlatih meski sang ayah melarang lantaran merasa khawatir dengan kesehatan tubuhnya. Maka itu, peran orang tua justru lebih aktif dalam mengatur segala aktivitas anak yang menjadi kebanggannya ini.
“Makannya kita yang mengikuti jadwalnya dia berhari-hari dan bertahun-tahun, tapi dianya gak mau berhenti dan anaknya sendiri sejak kecil sudah independent, kita hanya bisa memfasilitasi saja,” ucapnya.
Disinggung terkait peran pemerintah dalam membimbing Sutji agar terus mempertahankan prestasinya, Andy tetap berterima kasih kepada Indonesia yang mendukung dan memberi fasilitas dan juga membiayai para atlet untuk berkompetisi baik di dalam maupun luar negeri.
“Perbedaannya kalau di Amerika pemerintah itu membuat suatu institusi untuk memfasilitasi olahraga agar diminati masyarakat dan persaingannya juga diperketat jadi lebih susah,” jelasnya.
Namun dirinya sempat mengeluhkan dari sisi manajemen pengelolaan atlet di Indonesia, dari sisi disiplin waktu, membuat jadwal dan juga birokrasi pengelolaan anggaran dana yang menurutnya terlalu saklek.
“Kita itu gak punya strategi jangka pendek dan panjang. Kita justru menunggu atletnya berprestasi dulu baru bereaksi. Itu sesuatu hal yang salah, seharusnya atlet ini diberdayakan untuk membawa nama baik negaranya,” keluhnya.
Selain itu, sambung Andy, kita masih punya kendala sebagai 2 warga negara yaitu, Amerika dan Indonesia. Saya masih melihat bagaimana pemerintah bisa membantu atlet kita dalam mengurus hal yang seperti ini.
“Bahakan waktu itu saya malah hampir setiap hari kontek mereka melalui email itu pun tidak ada respon,” urai Andy.
Menurutnya itu juga sangat berpengaruh pada kualitas atletnya sendiri yang tidak lain seperti anaknya Sutji.
“Seperti halnya pelatih Sutji yang sangat baik dalam melatih juga mendapat kesusahan dengan pendanaan melalui birokrasi kita. Terkadang justru atlet yang lebih bersemagat dibandingkan dengan pemerintahnya,” tandasnya.(*)
---
Laporan reporter Lampung Geh Obbie Fernando
Editor : M Adita Putra
Lampung Geh, Bandar Lampung – Sutjiati Kelanaritma Narendra remaja blasteran Amerika Serikat dan Indonesia yang masih berusia 15 tahun yang sebelumnya tergabung dalam Timnas Gymnastic USA ini justru merelakan untuk keluar dari kandangnya demi pulang ke kampung sang ayah.
Wanita muda yang biasa disapa Sutji ini sedikit bercerita bagaimana dirinya bisa menjadi atlet intenasional dengan segudang prestasi yang mampu Ia raih dari berbagai negara. Sutji yang mengaku sudah berlatih senam ritmik sejak berumur 8,5 tahun ini terlihat lincah memainkan berbagai alat yang digunakan saat berkompetisi.
“Awalnya karena nonton kempetisi Olimpic 2015 bersama dengan adikku dan saya tertarik mau ikut senam tapi senam ritmik. Kenapa saya memilih senam ritmik, karena ritmik lebih indah dan tubuhnya itu lebih lentur dan cantik,” ungkap wanita berkulit putih ini saat ditemui Lampung Geh di Batik Siger, Kemiling, Bandar Lampung, Sabtu (18/5).
Sejak itulah dirinya meminta izin dan dukungan dari kedua orang tua untuk berlatih menjadi pesenam ritmik. Latihan demi latihan yang Ia jalani akhirnya membuahkan hasil, pada umurnya yang menginjak 9 tahun, dirinya mulai mengikuti lomba tingkat domestik di USA.
“Sepanjang latihan, baru tahun ini ikut Timnas Amerika, lalu saya pernah berkompetisi di negara lain seperti Bulgaria, Polandia, Portugal dan ada juga dibeberapa negara lain,’’ ujarnya dengan terbata-bata mengeja bahasa Indonesia.
Anak dari pasangan Andy Narendra dan Christina Narendra ini sempat meraih juara 1 Gymnastic Keseluruhan dengan menggunakan empat alat yakni, hula hoop, bola, stik dan pita di Las Vegas pada 2018 lalu.
“Untuk jumlahnya saya lupa berapa kali ikut lomba di tingkat lokal, tetapi terakhir kompetisi di Las Vegas dapat juara 1. Kalau di luar negeri itu di Bulgaria juga dapat juara 1 senam ritmik dengan alat pita,” kata dia.
Dengan berbagai prestasi yang mampu Ia raih ini, dirinya beserta keluarganya memutuskan untuk pindah ke Indonesia dimana itu sebagai kampung halaman sang ayah. Sutji beralasan untuk pindah ke Indonesia karena ingin menata diri kembali dengan tantangan baru.
“Karena di Indonesia banyak kesempatan, di Amerika itu lebih sulit dan banyak tantangan untuk wanita. Karena senam ritmik di Indonesia belum populer saya akan memulai tantangan baru,” ujarnya dengan bersemangat.
Ketika disinggung lebih memilih Amerika atau Indonesia, dirinya menegaskan bahwa lebih mencintai Indonesia dengan berbagai hal yang terkandung di dalamnya. “I love Indonesia, saya suka orangnya, makanannya, dan cuacanya panas. 100 persen bela timnas Indonesia,” ungkapnya sembari tersenyum.
Setelah dirinya menetap di Indonesia sejak 7 bulan lalu, Sutji semakin rajin berlatih senam ritmik di Gedung Olahraga Senam Idola, Rawa Laut, Enggal, Kota Bandar Lampung. Latihan ini ditekuni untuk mengikuti beberapa lomba di tingkat Internasional Asian Championship di Thailand yang direncanakan akan berlangsung pada bulan depan.
“Kalau sekarang latihan setiap hari, itu durasinya bisa 4 hingga 8 jam. Latihan 6 hari per minggu jadi liburnya hari Minggu aja. Jadi Sutji enggak latihan mendasar lagi sudah tahap lanjutan. Instruksinya itu semua sama seperti di Amerika, hanya beda tingkatan,” terangnya.
Sebagai sang ayah, Andy turut mendukung segala aktivitas yang digandrungi anak sulungnya ini. Meski demikian, Ia menuturkan bahwa peran sang ibu yang mampu membawa Sutji menjadi Timnas Amerika yang saat ini sudah bertransisi di Timnas Indonesia.
“Kalau masalah pendidikan dari orang tua, itu persentasi terbanyak ke ibunya. Bahkan disiplin di rumah itu semua istri saya yang kontrol, karena saya sibuk keluar dan bekerja. Tapi kalau masalah disiplin, saya kan orang Indonesia jadi lebih rileks sedikit, kalau istri saya kan lahir di Amerika dan juga keturunan Jerman jadi kedisiplinan itu nomor satu,” ujar ayah Sutji.
Menurutnya Sutji mempunyai karakteristik tipikal anak yang ambisius, bahkan dirinya terus rajin berlatih meski sang ayah melarang lantaran merasa khawatir dengan kesehatan tubuhnya. Maka itu, peran orang tua justru lebih aktif dalam mengatur segala aktivitas anak yang menjadi kebanggannya ini.
“Makannya kita yang mengikuti jadwalnya dia berhari-hari dan bertahun-tahun, tapi dianya gak mau berhenti dan anaknya sendiri sejak kecil sudah independent, kita hanya bisa memfasilitasi saja,” ucapnya.
Disinggung terkait peran pemerintah dalam membimbing Sutji agar terus mempertahankan prestasinya, Andy tetap berterima kasih kepada Indonesia yang mendukung dan memberi fasilitas dan juga membiayai para atlet untuk berkompetisi baik di dalam maupun luar negeri.
“Perbedaannya kalau di Amerika pemerintah itu membuat suatu institusi untuk memfasilitasi olahraga agar diminati masyarakat dan persaingannya juga diperketat jadi lebih susah,” jelasnya.
Namun dirinya sempat mengeluhkan dari sisi manajemen pengelolaan atlet di Indonesia, dari sisi disiplin waktu, membuat jadwal dan juga birokrasi pengelolaan anggaran dana yang menurutnya terlalu saklek.
“Kita itu gak punya strategi jangka pendek dan panjang. Kita justru menunggu atletnya berprestasi dulu baru bereaksi. Itu sesuatu hal yang salah, seharusnya atlet ini diberdayakan untuk membawa nama baik negaranya,” keluhnya.
Selain itu, sambung Andy, kita masih punya kendala sebagai 2 warga negara yaitu, Amerika dan Indonesia. Saya masih melihat bagaimana pemerintah bisa membantu atlet kita dalam mengurus hal yang seperti ini.
“Bahakan waktu itu saya malah hampir setiap hari kontek mereka melalui email itu pun tidak ada respon,” urai Andy.
Menurutnya itu juga sangat berpengaruh pada kualitas atletnya sendiri yang tidak lain seperti anaknya Sutji.
“Seperti halnya pelatih Sutji yang sangat baik dalam melatih juga mendapat kesusahan dengan pendanaan melalui birokrasi kita. Terkadang justru atlet yang lebih bersemagat dibandingkan dengan pemerintahnya,” tandasnya.(*)
---
Laporan reporter Lampung Geh Obbie Fernando
Editor : M Adita Putra
Bagikan Berita Ini
DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
ReplyDeletedicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :) :* :*