Walau memiliki beberapa kesamaan, konflik Amerika Iran kali ini tidak akan sepenuhnya menjadi episode serupa dari perang tahun 2003 dengan Irak. Konflik kali ini akan sangat berbeda dalam banyak hal dan hampir pasti akan jauh lebih buruk. Iran saat ini adalah negara yang sangat berbeda dibandingkan dengan Irak tahun 2003, cara Iran berperang juga sangat berbeda dengan Irak.
Oleh: Adam Taylor (The Washington Post)
Dilihat dari permukaan, Amerika Serikat dan Iran saat ini tengah berada di ambang konflik. Akhir pekan lalu, hanya beberapa hari setelah Amerika Serikat mengirimkan kapal perang dan pesawat pengebom ke Timur Tengah untuk mencegah yang dianggap sebagai ancaman Iran, dua kapal tanker minyak Arab Saudi dan sebuah kapal Norwegia mengalami kerusakan dalam tindakan sabotase di Teluk Persia.
Pertikaian antara pemerintah Amerika Serikat, yang dipimpin oleh presiden yang agresif dari Partai Republikan, dan kekuatan Timur Tengah yang bermusuhan dan diperkuat secara militer telah mengingatkan banyak pengamat tentang persiapan invasi AS ke Irak tahun 2003, langkah yang sejak saat itu telah secara luas dikecam sebagai bencana bagi semua pihak yang terlibat.
Bahkan sejumlah karakter yang sama kembali terlibat dalam potensi konflik Amerika-Iran saat ini: John Bolton, Penasihat Keamanan Nasional Presiden AS Donald Trump, memainkan peran kunci dalam upaya persiapan mantan Presiden AS George W. Bush menjelang invasi Irak sebagai Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk kontrol senjata dan keamanan internasional.
Tindakan Bolton pada saat itu membuatnya mendapatkan reputasi sebagai orang yang gegabah. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif tampak menyinggung Bolton hari Selasa (14/5), mengatakan kepada wartawan bahwa “individu-individu ekstremis dalam pemerintahan AS” secara salah mencoba menyalahkan Iran atas insiden di Teluk Persia.
Terlepas dari kesamaan tersebut, konflik dengan Iran tidak akan sepenuhnya menjadi episode serupa dari perang tahun 2003 dengan Irak. Konflik kali ini akan sangat berbeda dalam banyak hal dan hampir pasti akan jauh lebih buruk. Iran saat ini adalah negara yang sangat berbeda dibandingkan dengan Irak tahun 2003. Cara Iran berperang juga sangat berbeda dengan Irak.
Iran merupakan negara yang lebih besar daripada Irak sebelum invasi tahun 2003. Pada saat itu, populasi Irak adalah sekitar 25 juta jiwa, sementara populasi Iran saat ini diperkirakan lebih dari 82 juta. Wilayah Iran membentang 591.000 mil persegi, dibandingkan dengan Irak yang hanya seluas 168.000 mil persegi.
Sebuah perkiraan dari tahun 2005 menunjukkan bahwa tentara Irak memiliki kurang dari 450.000 personel ketika invasi dimulai. Sementara itu, perkiraan terbaru menunjukkan bahwa Iran memiliki 523.000 personel militer aktif serta 250.000 personel cadangan.
Namun, yang sama pentingnya adalah lokasi Iran. Tidak seperti Irak, Iran merupakan kekuatan maritim yang berbatasan dengan Laut Kaspia di utara serta Teluk Persia dan Teluk Oman di selatan. Iran berbagi perbatasan darat dengan beberapa sekutu bermasalah AS, termasuk Afghanistan, Pakistan, Turki, dan Irak.
Lokasi Iran di pusat Eurasia sangatlah penting untuk perdagangan. Sekitar sepertiga dari lalu lintas kapal tanker minyak dunia melewati Selat Hormuz, yang berbatasan dengan Iran dan Oman. Pada titik tersempitnya, rute pengiriman ini hanya seluas kurang dari dua mil. Memblokade Selat Hormuz dapat menyebabkan penurunan pengiriman ekspor minyak global harian sekitar 30 persen.
Dalam hal kekuatan militer konvensional, Iran jauh lebih lemah daripada Amerika Serikat. Namun Iran telah lama mengejar strategi asimetris yang dapat memungkinkannya untuk menimbulkan kerusakan serius pada berbagai kepentingan AS di kawasan ini.
Korps Garda Revolusi Islam Iran, pasukan yang loyal kepada pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan terpisah dari militer reguler, memiliki unit operasi khusus eksternal yang dikenal sebagai Pasukan Quds yang telah membantu membangun pasukan proksi di tempat-tempat seperti Irak, Lebanon, dan Suriah. Pasukan Quds mendanai milisi seperti Hizbullah, yang sangat kuat dengan sendirinya.
Iran telah menggunakan kelompok jenis tersebut untuk menargetkan Amerika sebelumnya. Awal tahun 2019, perkiraan Pentagon yang direvisi menemukan bahwa pasukan proksi Iran telah menewaskan sedikitnya 608 tentara AS di Irak antara tahun 2003 dan 2011. Proksi Iran dapat kembali menyebabkan kekacauan di Irak dan Afghanistan.
Angkatan Laut Iran juga memiliki keuntungan nyata melawan Amerika Serikat. Sebagai contoh, mereka tidak perlu kapal besar atau senjata untuk memblokir Selat Hormuz, tetapi dapat menggunakan ranjau atau kapal selam untuk memaksa penghentian perdagangan.
Permainan perang Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa serangan bunuh diri speedboat dan misil bisa sangat efektif terhadap militer Amerika. Laporan tahun 2017 dari Kantor Intelijen Angkatan Laut AS menemukan bahwa angkatan laut Korps Garda Revolusi Islam Iran, yang berbeda dari angkatan laut reguler Iran serta berfokus pada kapal yang lebih kecil dan lebih cepat tetapi masih merupakan kapal yang dipersenjatai dengan berat, telah menerima lebih banyak tanggung jawab untuk melindungi Teluk Persia.
Kemudian terdapat program rudal balistik Iran, yang digambarkan oleh Proyek Ancaman Rudal di Center for Strategic and International Studies sebagai “persenjataan rudal terbesar dan paling beragam di Timur Tengah.” Ancaman dari teknologi rudal Iran melampaui batas negara. Demikian juga, Hizbullah diperkirakan memiliki persenjataan sebanyak 130.000 roket.
Jika Amerika Serikat terlibat dalam konflik militer dengan Iran, itu mungkin akan membutuhkan tenaga kerja yang signifikan yang sebaliknya dapat digunakan untuk bertahan melawan kekuatan yang lebih besar seperti China atau Rusia. The New York Times melaporkan hari Senin (13/5) bahwa penjabat Menteri Pertahanan Trump, Patrick Shanahan, menyusun rencana untuk mengerahkan 120.000 tentara AS ke kawasan itu jika Iran menyerang pasukan Amerika atau memulai kembali program nuklirnya. Langkah ini didasarkan pada skenario yang tidak melibatkan invasi, yang akan membutuhkan lebih banyak pasukan.
Invasi ke Irak melibatkan 150.000 tentara Amerika Serikat bersama dengan puluhan ribu pasukan dari negara-negara sekutu. Biaya finansial Perang Irak ditetapkan lebih dari US $ 2 triliun tahun 2013, dengan sekitar 400.000 tentara diperkirakan telah tewas antara tahun 2003 dan 2011.
Para perencana militer Amerika mengetahui semua hal ini. Namun, pemerintah AS tidak dapat mengatakan bahwa tidak ada pilihan yang baik untuk melibatkan Iran secara militer, karena itu akan menghilangkan ancaman aksi militer dan mengurangi tekanan yang ingin dipertahankan atas Iran. Ini adalah strategi berisiko yang mengkhawatirkan bagi beberapa negara sekutu terdekat Amerika.
Adam Taylor menulis tentang urusan luar negeri untuk The Washington Post. Berasal dari London, Taylor pernah menempuh studi di Universitas Manchester dan Universitas Columbia.
Keterangan foto utama: Sebuah pesawat F/A-18E Super Hornet meluncur dari dek penerbangan kapal induk USS Abraham Lincoln di Laut Merah tanggal 10 Mei 2019. (Foto: Getty Images/Angkatan Laut AS/Spesialisasi Komunikasi Massa Pelaut Michael Singley)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Tak Sebanding dengan Perang Irak, Konflik Amerika-Iran Lebih Buruk - Mata Mata Politik"
Post a Comment