Dilansir Reuters, Senin (6/5/2019), warga Israel yang tinggal di kota-kota dan desa-desa yang wilayahnya sangat dekat dengan perbatasan Gaza marah dengan gencatan senjata yang disepakati tentara Israel. Mereka mengaku lelah jika harus kembali lari menyelamatkan diri ke tempat penampungan saat Hamas kembali menyerang dengan roket.
"Dalam sebulan, dalam dua minggu, dalam satu setengah bulan, semuanya akan terjadi lagi, kami tidak mencapai apa-apa. Saya pikir Israel perlu menyerang mereka dengan sangat, sangat keras sehingga mereka dapat mempelajari pelajaran mereka," ujar Haim Cohen (69), seorang pensiunan tukang listrik dari kota pesisir Ashdod, yang jaraknya 15 mil (25 km) dari utara Jalur Gaza.
Untuk diketahui, kelompok Islam Hamas telah menguasai Gaza sejak 2007 silam, tepatnya dua tahun setelah Israel menarik pasukan dan permukiman warganya dari jalur Gaza yang merupakan daerah kantong kecil Palestina. Sejak itu saat itu pula Israel dan Hamas telah mengobarkan tiga perang besar dan beberapa kali saling serang.
Atas dasar serangan Hamas yang dapat menjadi ancaman kapan saja, beberapa warga Israel yang tinggal dekat dengan perbatasan Gaza percaya pemerintah mereka setuju untuk gencatan senjata dengan Hamas. Hal ini karena Israel tak ingin roket Hamas menghujani wilayahnya selama liburan Hari Kemerdekaan yang akan datang yang dimulai pada 14 Mei di Tel Aviv, yang hanya 50 mil (80 km) dari Gaza.
"Eurovision mengatur agenda dan bukan kita, penduduk selatan," kata Ofer Liberman, dari Nir-am, sebuah desa pertanian dekat Gaza Utara.
"Saya ingin pemerintah membuat Hamas terlalu takut untuk meluncurkan roket kepada kami," lanjut Ofer.
Hal senada juga diungkapkan Jack Mandel (57) yang tidak terima Israel melakukan gencatan senjata dengan Hamas.
"Saya pikir gencatan senjata adalah kesalahan. Anda tidak melakukan gencatan senjata dengan organisasi teroris. Jika siklus ini tidak selesai dengan baik dan jika Gaza tidak dibersihkan dari para teroris ini maka tidak ada yang akan membantu," kata Jack.
Demikian halnya dengan Meirav Kohan (46), warga Ein Hashlosha, Israel yang wilayahnya hanya berjarak sekitar satu setengah mil dari Gaza. Meirav mengatakan dia kaget dan kecewa dengan gencatan senjata.
"Ini adalah perang gesekan dan pemerintah tidak mencari solusi jangka panjang untuk membawa kita kedamaian. Tidak ada kebijakan. Kami hanya bidak dalam permainan," katanya.
Israel dan Hamas terlibat saling serang sejak Sabtu (4/5) lalu dan menjadi eskalasi paling serius sejak perang tahun 2014, walaupun gencatan senjata sempat disepakati pada bulan lalu.
Kekerasan berawal pada Jumat (3/5), saat aksi demo warga Palestina di Gaza untuk memprotes penerapan blokade di wilayah tersebut. Seorang pria bersenjata Palestina menembak dan melukai dua tentara Israel di dekat tembok perbatasan. Israel membalasnya dengan melancarkan serangan udara yang menewaskan dua militan Hamas.
Hamas juga langsung merespon serangan Israel tersebut dengan menembakkan berbagai roket ke Israel. Ratusan roket dilaporkan telah ditembakkan ke Israel.
Pada Senin (6/5) tentara Israel menghentikan semua operasi perlindungan keamanan yang diberlakukan di dekat wilayah Gaza selama konflik akhir pekan, setelah kelompok militan Hamas diberitakan menawarkan gencatan senjata bersyarat.
(nvl/rvk)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Warga Israel di Perbatasan Gaza Tak Terima Gencatan Senjata - detikNews"
Post a Comment