:strip_icc():format(jpeg)/liputan6-media-production/medias/683226/original/ilustrasi-pertumbuhan-ekonomi-140528-andri.jpg)
Dari sisi non-migas, pada triwulan pertama surplus perdagangan menyusut menjadi USD 3,0 miIiar dari USD 6,7 miliar pada triwulan pertama tahun lalu. Penyusutan ini ternyata tidak banyak didorong oleh pelemahan harga komoditas, karena harga komoditas pada triwulan pertama, khususnya komoditas tambang masih cenderung menguat.
Ekspor komoditas tambang meningkat dari 32 persen pada triwulan pertama 2017 menjadi 42 persen di triwulan pertama 2018.
"Masalahnya, ekspor manufaktur tumbuh melambat dari 20 persen di triwulan pertama 2017 menjadi hanya 4,6 persen di tahun ini. Ekspor pertanian malah mengaIami kontraksi -9,4 persen di kuartal pertama tahun ini, padahal pada Q1 2017 tumbuh 23 persen. Akibatnya secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor non-migas melambat dari 22 persen pada kuartal pertama 2017 menjadi hanya 10 persen pada kuartal pertama 2018," paparnya.
Yang Iebih mengkhawatirkan, pada saat pertumbuhan ekspor non-migas melemah, impor nonmigas justru mengalami peningkatan sangat tajam, dari 7 persen pada kuartal pertama 2017 menjadi 24 persen pada kuartal pertama 2018.
Peningkatan impor non-migas ini ternyata bukan dipicu oleh impor bahan baku dan bahan penolong, tetapi barang konsumsi dan barang modal. lmpor barang konsumsi naik dari 2,7 persen di triwulan pertama 2017 menjadi 21,8 persen pada triwulan pertama 2018. Pada periode yang sama, impor barang modaI pun naik dari 6,3 persen menjadi 27,5 persen.
Secara global, meningkatnya proteksionisme khususnya oleh negara-negara maju, seperti AS dan Uni Eropa, berpotensi memperlambat pertumbuhan perdagangan dunia, dan mempersempit peluang negara-negara berkembang seperti Indonesia untuk meningkatkan penetrasi ekspor. Ekspor komoditas sawit yang menjadi andalan utama Indonesia, khususnya, menghadapi berbagai ancaman proteksi dari mitra dagang utama, khususnya Uni Eropa, AS, bahkan negara importir terbesar India.
"Meningkatnya proteksionisme dan juga perang dagang yang terjadi saat ini mesti direspon oIeh pemerintah dengan mempercepat diversifikasi tujuan ekspor. Hingga saat ini pertumbuhan ekspor ke pasar non-tradisional masih jauh Iebih rendah dibanding pasar tradisional," jelas dia.
"Pada triwulan pertama tahun ini, ekspor ke negara-negara tujuan utama (ASEAN, Tiongkok, AS, Jepang, India, Uni Eropa) mampu tumbuh 12,3 persen, namun ekspor ke negara-negara non-tradisionaI hanya tumbuh 1,4 persen," lanjut Faisal.
Inflasi juga diprediksi bakal naik tahun ini karena dorongan inflasi oleh volatile food maupun administered price, khususnya kenaikan harga BBM yang dilepas ke pasar.
"Inflasi volatile food pada triwulan I tahun 2018 sudah mencapai 2,62 persen jauh dibandingkan triwulan I tahun lalu yang deflasi 0,31 persen," tandas dia.
Tonton Video Ini:
Ekonomi Indonesia diperkirakan masih dapat catatkan pertumbuhan baik pada 2018. Adanya momen pemilihan kepala daerah (Pilkada) diharapkan dapat dongkrak konsumsi masyarakat Indonesia sehingga berdampak ke pertumbuhan ekonomi.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "RI Diprediksi Sulit Capai Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen Tahun Ini"
Post a Comment