Oleh Abdul Gani Isa
“... dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. al-Baqarah: 185)
SUNGGUH terasa nikmat, betapa indahnya bulan ini, tanpa terasa hari-hari terus berganti, semua diri hanyut dan larut dalam spiritualitas agenda ibadah, baik siang maupun malam. Siang harinya “menahan diri dari makan dan minum dan segala yang membatalkan ibadah puasanya, malam hari diisi dengan shalat fardhu, tarawih, berzikir, berdoa, membaca Alquran dan amal saleh lainnya, tanpa terasa sudah berada di penghujung Ramadhan. Tidak ada waktu terbuang sia-sia tanpa makna.
Fase pertama saatnya rahmah, yaitu curahan kasih sayang Allah tidak terlewatkan percuma, tapi diisi dengan memperbanyak doa dan amal ibadah. Beranjak ke fase kedua saatnya maghfirah, pada sepuluh hari kedua, memperbanyak shalat malam, berdoa, berzikir serta ber-muhasabah. Akhirnya masuk di fase ketiga, yaitu sepuluh akhir saahnya itqun minannar, pembebasan dari api neraka.
Sepuluh hari terakhir inilah kesempatan untuk menyucikan diri dengan memperbanyak berdoa agar kita senantiasa dihindarkan dari api neraka. Semua diri memastikan sempat bersama malam Lailatul Qadr, yaitu malam yang lebih mulia dari seribu bulan (QS. al-Qadr), dengan memperbanyak i’tikaf di masjid dan qiyamul lail.
Alumni Ramadhan
Orang yang beriman dan bersabar tanpa terbebani akan dengan mudah mendapatkan saripati ibadah puasa Ramadhan sebagaimana target puasa itu sendiri yakni “supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 183). Takwa puncak prestasi keimanan tertinggi, sebagaimana Allah tegaskan bahwa insan paling mulia di sisi-Nya adalah insan yang bertakwa. Takwa adalah konsistensi iman dan amal saleh.
Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: “Nasihatilah aku yang tidak akan aku minta lagi kepada orang lain.” Rasul menjawab: “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, lalu konsistenlah kamu dalam keimanan itu.” Iman plus konsistensinya adalah takwa. Maka ciri orang yang sukses meraih predikat takwa dari ibadah Ramadhan adalah konsistensi ibadahnya di bulan-bulan lain, sama seperti yang dilakukannya di bulan Ramadhan.
Puasa Ramadhan adalah start bukan final, adalah awal bukan akhir dari perjalanan ibadah sepanjang hayat kita. Puasa Ramadhan adalah ibadah yang berfungsi sebagai charger untuk on-nya ibadah di sebelas bulan berikutnya. Kemenangan sebenarnya dari Ramadhan ditentukan oleh 11 bulan berikutnya. Tarawihnya di bulan Ramadhan berlanjutkah dalam Tahajud di bulan berikutnya, tilawah Qurannya di bulan Ramadhan berlanjutkah di bulan berikutnya, zakat, infak dan sedekah di bulan Ramadhan berlanjutkah di bulan berikutnya, dermawan dan pemaafnya di bulan Ramadhan berlanjutkah atau kembali menjadi bakhil dan pemberang selepas bulan itu.
Jika hal-hal di atas tidak terwujud, jangan salahkan jika ibadah kita tidak membawa dampak positif. Allah sendiri mencela orang shalat sebagai pendusta agama, yang shalat dalam keadaan lalai. Shalat seharusnya membuahkan proteksi atas perbuatan keji dan munkar, namun anda, saya dan kita masih menghardik anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin.
Demikian pula halnya dengan puasa. Seharusnya memperoleh predikat takwa, malahan justeru sebaliknya, semakin menjauh, dan melupakan Allah Swt, sama sekali yang telah mencurahkan rahmat dan nikmat-Nya dengan tak terhingga.
Kalo isi berita ga lengkap buka atau baca link di bawah http://aceh.tribunnews.com/2018/06/13/ramadhan-paripurnaBagikan Berita Ini
0 Response to "Ramadhan Paripurna"
Post a Comment