/data/photo/2018/09/12/4076097740.jpeg)
JAKARTA, KOMPAS.com -Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) optimistis hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menolak permohonan praperadilan atas nama Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Salah satu alasannya, praperadilan itu diajukan orang lain, bukan oleh Irwandi sendiri.
"KPK memandang pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Jumat (21/9/2018).
Pada 18 dan 19 September 2018, tim biro hukum KPK telah memberikan jawaban dan kesimpulan atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Yuni Eko Hariatna terhadap penetapan tersangka Irwandi Yusuf.
iBaca juga: Kasus Gubernur Aceh, KPK Panggil Kepala BPKS dan Kadispora Aceh
KPK juga telah mengajukan 8 alat bukti surat. Salah satu bukti surat yang diajukan menjelaskan bahwa praperadilan ini bukan merupakan inisiatif dari Irwandi Yusuf.
Kemudian, Irwandi tidak pernah memberkan kuasa kepada siapa pun dalam upaya hukum praperadilan.
Selain itu, KPK juga menilai, pemohon tidak menunjukkan keseriusan dalam mengajukan praperadilan.
Sebab, ketika Hakim memberikan kesempatan kepada para pihak dalam beberapa hari untuk mengajukan bukti surat, saksi, dan ahli, pemohon tidak mengajukan satu pun bukti guna mendukung permohonannya.
"Hal ini menunjukkan pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil sebagaimana disampaikan dalam permohonannya," kata Febri.
KPK meyakini tangkap tangan yang dilakukan terhadap sejumlah pihak di Aceh, termasuk Irwandi Yusuf di Pendopo Gubernur Aceh, telah memenuhi kategori Pasal 1 angka 19 KUHAP. Penangkapan dilakukan beberapa saat setelah tindak pidana korupsi itu dilakukan.
KPK meminta pada hakim praperadilan untuk menolak seluruh permohonan praperadilan tersebut atau setidaknya menyatakan tidak diterima.
Irwandi bersama dengan Bupati Bener Meriah, Ahmadi terjerat kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji yang bertentangan dengan kewajibannya terkait dengan pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOCA) Tahun Anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh.
Adapun Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun Anggaran 2018 itu sebesar Rp 8 triliun.
KPK juga menetapkan dua pihak swasta Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Keduanya bersama dengan Irwandi disebut sebagai penerima. Sementara Ahmadi disebut sebagai pemberi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga upaya pemberian uang Rp 500 juta dari Ahmadi kepada Irwandi terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2018.
Diduga pemberian tersebut merupakan bagian dari commitment fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dan setiap proyek yang dibiayai dari dana DOCA.
Pemberian uang kepada Irwandi tersebut diketahui dilakukan melalui orang-orang terdekatnya serta orang-orang terdekat Ahmadi sebagai perantara.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/21/16161101/kpk-yakin-praperadilan-yang-mengatasnamakan-gubernur-aceh-ditolak-hakim
Bagikan Berita Ini
0 Response to "KPK Yakin Praperadilan yang Mengatasnamakan Gubernur Aceh ..."
Post a Comment