JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini, Sabtu (20/10/2018), genap 4 tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Berbagai dinamika terjadi dalam bidang penegakan hukum, salah satunya terkait isu pemberantasan korupsi.
Di awal masa kampanye calon presiden dan wakil presiden pada 2014 lalu, Jokowi mengutarakan bahwa pemerintahannya akan semakin masif dalam pemberantasan korupsi. Wujud nyata yang akan dilakukan adalah dengan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) secara kelembagaan.
Namun, setelah berjalan 4 tahun pemerintahan, benarkah janji itu ditepati? Berikut beberapa catatan Kompas.com mengenai janji Jokowi dan realisasi yang terjadi.

Kriminalisasi Pimpinan KPK
Beberapa bulan setelah dilantik sebagai presiden, Jokowi mendapat tantangan besar untuk bertanggung jawab atas janjinya memperkuat KPK. Permasalahan timbul setelah KPK mengusut kasus dugaan korupsi yang menjerat Komjen Budi Gunawan, calon tunggal kepala Polri yang sudah ditunjuk oleh Jokowi.
Tak berapa lama setelah pengumuman tersangka Budi Gunawan, Bareskrim Mabes Polri memberi respons dengan menetapkan dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, sebagai tersangka.
Bagaimana respon Jokowi terhadap hal tersebut?
Pada awal 2015, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo meminta Polri untuk menghentikan kriminalisasi terhadap semua unsur dalam KPK. Pratikno menyatakan, publik tak perlu meragukan komitmen Presiden Jokowi pada upaya pemberantasan korupsi.
Baca juga: Kriminalisasi Pimpinan KPK, Kegaduhan yang Sengaja Diciptakan
Pratikno menegaskan, permintaan Jokowi agar Polri menghentikan kriminalisasi berlaku untuk tidak hanya pimpinan KPK, tetapi juga penyidik dan pegawai. Bahkan, Pratikno berani memastikan bahwa Jokowi meminta Polri tidak mengkriminalisasi individu, lembaga, atau kelompok pendukung KPK.
"Sudah dari awal Presiden mengatakan stop, enggak boleh ada kriminalisasi," kata Pratikno di Kantor Setneg, Jakarta, pada Maret 2015 lalu.
Perkara dua mantan Pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, berakhir dengan deponir. Jaksa Agung H.M Prasetyo menyatakan bahwa perkara ini sudah ditutup dan tuntas.
Prasetyo beralasan perkara dikesampingkan semata demi kepentingan umum. Jaksa Agung menganggap Abraham dan Bambang merupakan ikon pemberantasan korupsi yang telah menorehkan prestasi selama menjabat sebagai komisioner KPK.

Revisi UU KPK
Wacana merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK selalu menjadi perdebatan yang alot. Wacana yang dianggap oleh aktivis antikorupsi sebagai upaya pelemahan terhadap KPK itu selalu dimunculkan oleh pemerintah dan DPR.
Empat substansi yang ingin direvisi yakni, penggunaan wewenang SP3, dibentuknya dewan pengawas KPK, penyadapan mesti seizin dewan pengawas dan meniadakan perekrutan penyidik dan penyelidik independen.
Lalu, apa tanggapan Jokowi soal hal tersebut?
Baca juga: Tanpa Revisi UU, KPK Bisa Terlibat dalam Penanganan Korupsi Sektor Swasta
Setelah bertemu dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan perwakilan fraksi di DPR, pada awal 2016, Jokowi menyatakan, dirinya bersama DPR sepakat untuk menunda pembahasan revisi UU KPK.
"Saya hargai proses dinamika politik yang ada di DPR, khususnya dalam rancangan revisi UU KPK. Mengenai rencana revisi UU KPK tersebut, kami bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini," ujar Jokowi dalam jumpa pers bersama perwakilan DPR di Istana Negara, pada Februari 2016 lalu.
Jokowi menganggap rencana revisi UU KPK perlu mendapat kajian lebih mendalam, termasuk sosialisasi terhadap masyarakat. Hingga saat ini, revisi batal dilakukan.

Hak Angket DPR
Pada 2017, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggulirkan hak angket terhadap KPK. Pansus Angket terbentuk berawal dari kegeraman para anggota DPR atas pernyataan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP).
Novel menyebut, mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani—salah satu terdakwa dalam perkara tersebut—mengaku diancam sejumlah anggota DPR periode 2009-2014. Miryam buka suara kepada penyidik soal ancaman itu saat pertama kali diperiksa KPK pada 1 Desember 2016, terkait kasus tersebut.
Para politisi di Komisi III DPR tersebut sontak bereaksi. Mereka membantah menekan Miryam. Dalam rapat dengan KPK, Komisi III DPR mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Jika KPK menolak, maka DPR akan menggunakan hak angket. KPK menolak. Rekamam dinyatakan hanya akan dibuka dalam persidangan.
KPK, sejumlah aktivis antikorupsi menilai Pansus Angket tersebut tidak dapat diajukan terhadap KPK. Upaya penagajuan Angket dinilai hanya sebagai upaya untuk melemahkan fungsi KPK.
Baca juga: Para Inisiator Hak Angket DPR Kembali Ungkit Kasus Century
Jokowi pun diminta turun tangan mengatasi hal tersebut. Lagi-lagi Jokowi ditagih janjinya untuk memperkuat KPK.
Lantas, apa tindakan Jokowi terkait hal ini?
Jokowi menolak mengintervensi hak angket atau hak penyelidikan yang tengah bergulir di DPR. Hal itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki. Teten menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa ikut campur soal hak angket yang digulirkan DPR.
Hal itu kembali ditegaskan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo.
"Sudah berkali-kali disampaikan Pak Presiden, jadi dalam konteks tata negara itu legislatif tidak bisa diintervensi eksekutif. Terkait hak angket kan, Presiden sampaikan itu domain DPR, Presiden tak bisa intervensi. Itu kewenangan hak konstitusional DPR," kata Johan, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Juli 2017 lalu.
Johan mengatakan, pembentukan Pansus Angket di DPR berbeda dengan pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang. Dalam pembahasan RUU, Presiden memiliki wewenang karena RUU memang dibahas bersama-sama antara pemerintah dan DPR.
Johan mencontohkan, saat DPR hendak merevisi UU KPK, Presiden bersikap dengan meminta agar revisi itu ditunda. Namun, dalam pembentukan Pansus, sepenuhnya wewenang DPR.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/20/11333251/4-tahun-pemerintahan-jokowi-menakar-janji-penguatan-kpk
Bagikan Berita Ini
0 Response to "4 Tahun Pemerintahan Jokowi, Menakar Janji Penguatan KPK"
Post a Comment