/data/photo/2018/05/25/3630537469.jpeg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia ( Formappi) Lucius Karus mengkritik, daftar prioritas RUU DPR yang tidak memiliki basis pemikiran berdasarkan riset terkait kebutuhan regulasi mendesak bangsa saat ini.
Hal itu dikatakan Lucius menanggapi 55 Rancangan Undang-undang (RUU) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional ( Prolegnas) Prioritas 2019.
Dari 55 RUU itu terdapat 43 RUU lama yang belum selesai pembahasannya serta 12 usulan RUU baru.
“Daftar prioritas (RUU) ini hanya formalitas yang disusun asal-asalan tanpa misi untuk melengkapi ketersediaan regulasi kita. Tak heran memang dengan model perencanaan ala Badan Legislasi DPR ini, setiap tahun DPR selalu merah alias rendah kinerja legislasinya,” kata Lucius kepada Kompas.com, Senin (29/10/2018) malam.
Baca juga: RUU KUHP Kembali Masuk Prolegnas Prioritas Pembahasan 2018
Menurut Lucius, orientasi keberadaan sebuah RUU harus berdasarkan prinsip kebutuhan regulasi bangsa saat ini. Lucius juga menyoroti soal jumlah daftar RUU Prioritas DPR yang menjadi target prioritas pembahasan 2019.
Jumlah 55 RUU Prioritas DPR, kata Lucius, merupakan yang paling banyak untuk daftar RUU prioritas tahunan DPR periode ini. Padahal, waktu yang tersedia di tahun depan sangat singkat.
“Tentu saja jumlah itu (RUU Prioritas DPR) kontras dengan ketersediaan waktu di tahun 2019 yang cukup singkat, karena DPR ini hanya akan menjabat sampai Bulan Oktober 2019. Belum lagi di tengah waktu itu DPR masih harus melakukan reses dan jangan lupa dengan kampanye Pemilu,” tutur Lucius.
Baca juga: Tiga RUU Ini Gagal Masuk Prolegnas, Diduga karena Minim Perempuan di Parlemen
Lucius mengatakan, kesibukan-kesibukan dan ketersediaan waktu yang singkat itu membuat rencana membahas 55 RUU oleh DPR terkesan tidak realistis.
“Bagaimana mau meyakinkan kita, jika selama ini, ketika durasi waktu kerja sepanjang setahun dan tidak dihantui kesibukan politik Pemilu legislatif, DPR bahkan tak pernah mampu merealisasikan lebih dari 10 RUU Prioritas dalam setahun,” kata Lucius.
Meski begitu, Lucius mengatakan, masih ada waktu bagi DPR untuk mencapai target legislasi di tahun 2019.
DPR, kata Lucius, harus menjadikan tahun terakhirnya sebagai momentum menciptakan warisan dengan menghasilkan karya yang patut dikenang oleh sejarah bangsa ini.
“Legacy (warisan) itu tak mungkin muncul dari rencana yang bombastis, tetapi dari hasil yang berkualitas. Oleh karena itu DPR hanya perlu merencanakan RUU yang benar-benar dibutuhkan,” kata Lucius.
Baca juga: RUU Ormas Masuk Prolegnas Prioritas 2019
“Ada RUU KUHP yang mungkin sudah dilupakan oleh DPR sendiri karena saking lamanya dibahas. Temukan beberapa RUU penting lain yang memang diperlukan,” sambung dia.
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR kembali menyepakati daftar RUU Prioritas tahun 2019 sebanyak 55 RUU. 12 diantaranya merupakan RUU usulan baru, sedangkan 43 lainnya adalah RUU luncuran 2018.
Hal itu disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Prolegnas Tahun 2019 oleh (Badan Legislasi) DPR dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/10/2018).
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/30/13582221/formappi-kritik-daftar-ruu-yang-masuk-prolegnas-prioritas-dpr-tahun-2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Formappi Kritik Daftar RUU yang Masuk Prolegnas Prioritas DPR ..."
Post a Comment