Search

Tim kuasa hukum Lara Alqasem mengatakan bahwa Mahkamah Agung Israel telah membatalkan perintah deportasi ...

Lara Alqasem—yang dilarang belajar di Israel—memenangkan banding Mahkamah Agung terkait dugaan dukungannya untuk Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS)—gerakan yang mendukung pemboikotan terhadap Israel. Pembelaannya menyatakan bahwa dia bukan pendukung gerakan boikot itu. Dengan begitu, ia pun batal dideportasi kembali ke Amerika, setelah sebelumnya ia diamankan di bandara Israel selama lebih dari dua minggu, karena dugaan keterlibatannya dalam gerakan tersebut.

Oleh: Al Jazeera

Tim kuasa hukum Lara Alqasem mengatakan bahwa Mahkamah Agung Israel telah membatalkan perintah deportasi mahasiswa asal Amerika Serikat (AS), yang memungkinkan dia untuk belajar di Israel.

Alqasem, yang keturunan Palestina, telah ditahan di Bandara Ben Gurion di Israel—meskipun memiliki visa yang sah—selama lebih dari dua minggu sejak tiba dari AS untuk memulai program magister di bidang hak asasi manusia di Universitas Ibrani Yerusalem. Dia ditolak masuk ke Israel atas dugaan dukungannya untuk Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS).

Gadis berusia 22 tahun itu berasal dari daerah pinggiran Fort Lauderdale, Southwest Ranches, Florida, dan mantan presiden dari organisasi Students for Justice in Palestine cabang Universitas Florida.

Pembelaannya menyatakan bahwa dia bukan pendukung gerakan boikot, seperti yang digambarkan dengan pilihannya untuk belajar di universitas Israel.

“Sidang hari ini akan menjawab pertanyaan apakah Nona Alqasem adalah aktivis BDS atau hanya seorang mahasiswa yang ingin tahu secara intelektual, yang telah menemukan dirinya menjadi target pemolisian pikiran yang dipolitisasi,” kata Leora Bechor, salah satu pengacara Alqasem dalam sebuah pernyataan menjelang sidang, pada Rabu (17/10).

Dalam sebuah reaksi, Universitas Ibrani mengatakan sangat menantikan untuk “menyambut siswa terbaru kami, Lara Alqasem, saat dia memulai program magisternya di bidang Hak Asasi Manusia & Keadilan Transisi di sekolah hukum kami minggu depan.”

‘Terus berjuang’

Gerakan BDS dimulai pada tahun 2005, setelah seruan yang disuarakan oleh kelompok masyarakat sipil Palestina untuk “orang-orang yang berhati nurani” di seluruh dunia, untuk membantu mengakhiri penindasan Israel terhadap Palestina dengan memboikot hubungan budaya, akademik, dan ekonomi dengan Israel.

Penahanan Alqasem adalah yang terpanjang yang pernah dilakukan seseorang dalam kasus yang terkait dengan pemboikotan tersebut. Dia ditahan dalam kondisi “tidak begitu baik,” di daerah tertutup dengan sedikit akses ke telepon, tidak ada internet, dan diberi tempat tidur yang penuh dengan kutu busuk, menurut pengacaranya.

Universitas Ibrani telah meminta pihak berwenang untuk mengizinkannya belajar dan mendukung bandingnya.

Israel memberlakukan sebuah undang-undang tahun lalu yang melarang orang asing yang “secara sadar mengeluarkan panggilan publik untuk memboikot Israel” untuk memasuki negara itu. Israel juga mengidentifikasi 20 kelompok aktivis dari seluruh dunia yang anggotanya dapat ditolak masuk pada saat kedatangan.

Yotam Ben-Hillel, pengacara kedua Alqasem, mengatakan bahwa tim pembela berpendapat bahwa hukum tersebut—yang menolak izin masuk berbagai macam orang ke Israel—adalah “salah dan merugikan banyak hak dasar.”

“Kami menantang bagaimana mereka menafsirkan hukum,” kata Ben-Hillel.

Pekan lalu, Gilad Erdan—seorang menteri senior Israel yang mengawasi upaya pemerintah untuk melawan gerakan boikot yang dipimpin rakyat Palestina—mengatakan bahwa Israel memiliki hak untuk melindungi dirinya dan memutuskan siapa yang memasuki perbatasannya.

Dia mengatakan bahwa dia akan terbuka untuk mengubah posisinya pada penahanan, jika Alqasem secara pribadi mengecam boikot terhadap Israel.

Tetapi bagi Alqasem, proses banding adalah sarana untuk melawan apa yang dia anggap tidak adil, alih-alih menerima putusan deportasi.

“Dia ingin terus berjuang,” kata Ben-Hillel, yang berbicara dengan Alqasem pada awal pekan ini. “Ini penting untuknya.”

Israel menuai kritik

Israel dikritik dalam menangani kasus Alqasem.

Sekitar 300 akademisi internasional menerbitkan pernyataan di The Guardian yang mengecam tindakan Israel sebagai “serangan terhadap kebebasan akademik”, dan menyerukan agar Alqasem diizinkan untuk melanjutkan studinya di Universitas Ibrani.

J Street—sebuah kelompok advokasi AS yang bekerja untuk mempromosikan resolusi damai terhadap konflik Palestina-Israel—menerbitkan sebuah surat terbuka untuk Gilad Erdan, yang mengatakan bahwa tindakan yang diambil terhadap Alqasem menunjukkan “sifat yang sangat kontraproduktif dan anti-demokrasi” dalam pendekatan pemerintah Israel terhadap BDS dan kritik terhadap kebijakannya.

Gershom Gorenberg, seorang sejarawan dan jurnalis Israel, menulis di Washington Post bahwa kasus Alqasem adalah “bagian dari kecenderungan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengubah penegakan hukum, dan hukum itu sendiri, menjadi alat untuk mengekang opini.”

Keterangan foto utama: Pembelaan Alqasem menyatakan bahwa dia bukan pendukung boikot, yang digambarkan dengan pilihannya untuk belajar di Universitas Israel. (Foto: Reuters/Amir Cohen)

Mahasiswa Amerika Lara Alqasem Menangkan Kasus Boikot atas Israel

Let's block ads! (Why?)

https://www.matamatapolitik.com/mahasiswa-amerika-lara-alqasem-menangkan-kasus-boikot-atas-israel/

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Tim kuasa hukum Lara Alqasem mengatakan bahwa Mahkamah Agung Israel telah membatalkan perintah deportasi ..."

Post a Comment

Powered by Blogger.