loading...
Pengamat Hubungan Internasional
@dinnawisnu
SEBULAN lalu masyarakat Amerika Serikat (AS) melaksanakan hak mereka untuk memilih anggota Parlemen (House of Representatives) dan anggota Senat dalam pemilu sela. Hasilnya, kubu Demokrat sukses merebut dominasi kursi di Parlemen sementara kubu Republikan menguasai kursi Senat.
Apa hikmah yang bisa kita pelajari dari pemilu sela di AS dan manfaatnya untuk kita yang juga akan segera melakukan pemilihan presiden dan anggota parlemen dalam waktu yang bersamaan?
Pertama, hasil pemilu sela AS membantah tesis bahwa para pendukung Presiden Donald Trump dan kubu Republikan adalah orang yang tidak terpelajar, miskin, tinggal di perdesaan dan mereka yang mudah termakan hoaks. Tesis ini sempat beredar di media sosial di Indonesia dan kemudian menghubung-hubungkan dengan pemilu yang sedang kita jalani.
Pendukung Donald Trump dan Partai Republikan memang lebih besar di wilayah perdesaan (rural), tetapi bukan berarti hal itu karena penduduk perdesaan “kurang pintar” sebab pendukung kubu Demokrat juga tidak sedikit di wilayah perdesaan. Pernyataan seperti itu saya pikir merendahkan dan menyepelekan masyarakat perdesaan dan potensi yang belum terangkat dari sana.
Kubu Republikan dari hasil pemilu sela kemarin memenangkan 59 kursi dari 68 kursi Parlemen yang masuk dalam kategori perdesaan dan 91 dari 111 di wilayah campuran desa dan kota (urban). Di pihak Demokrat, mereka meraih 74 dari 76 kursi Parlemen yang ada di wilayah kota.
Kubu Republikan yang memenangkan suara di wilayah perdesaan memilih untuk mengangkat isu-isu tradisional seperti antiaborsi, anti-LGBT, antimigran, dan sebagainya. Sangat tidak mungkin apabila kemudian kubu Republikan harus mengganti isu-isunya ketika berkampanye di wilayah perkotaan karena hal ini akan menimbulkan inkonsistensi yang membingungkan pemilih, terutama mereka yang sudah menetapkan pilihan.
Kedua, pemilu sela yang lalu juga mempertajam perbedaan ideologis di antara kedua partai. Biasanya dalam pemilu sela ada sebagian dari kedua kubu yang bersikap moderat. Tidak terlalu liberal dan tidak terlalu konservatif.
Dalam pemilu sela kemarin, hampir semua anggota Parlemen adalah mereka yang mengusung isu-isu yang ekstrem di kedua kubu partai. Adam Bonica, seorang profesor di Stanford University, mengatakan biasanya terdapat kursi-kursi di mana kandidat dengan visi yang moderat mewarnai kursi Parlemen sejak tahun 1980-an. Hal ini tidak terjadi pada pemilu sela kemarin.
Dari kubu Republikan mereka membawa isu antimigran dalam kampanye mereka, sementara dari kubu Demokrat mereka mengusung isu pengendalian senjata. Kedua tema ini adalah basis atau jangkar yang meninggikan elektabilitas masing-masing partai.
Akibat dari pembelahan yang makin tajam di masyarakat, masing-masing kubu dapat menggunakan kekuasaan yang dipegangnya untuk saling menyerang. Demokrat yang saat ini menguasai mayoritas kursi Parlemen bisa menggunakan kekuasaannya untuk memanggil Presiden Trump melaporkan pajak yang dibayarkannya.
Seperti yang mungkin banyak diketahui, Presiden AS wajib memberitahukan laporan keuangan pajak mereka kepada publik pada saat menjabat. Presiden Trump tidak melakukan hal ini dengan alasan menunggu keputusan dari otoritas pajak yang masih memprosesnya.
Sedangkan Republikan yang makin berkuasa di Senat karena ada penambahan tiga kursi dari periode sebelumnya memiliki kewenangan dalam mengangkat dan memilih pejabat-pejabat publik yang strategis seperti pengangkatan hakim Federal atau persetujuan anggota kabinet yang bekerja untuk Presiden.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Catatan dari Hasil Pemilu Sela AS"
Post a Comment