Search

KPK Tegaskan Miliki Wewenang Tangani "Obstruction of Justice"

JAKARTA, KOMPAS.com -Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK memiliki wewenang untuk menangani kasus tindak merintangi penangan perkara atau yang disebut dengan Obstruction of Justice.

Bahkan, kata Febri, KPK sudah pernah menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor saat memproses mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi dan dokter Bimanesh Sutarjo. Keduanya merintangi penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (E-KTP).

Hal itu dikatakan Febri menanggapi argumentasi terdakwa Lucas dalam nota keberatan atau eksepsi yang merupakan terdakwa merintangi penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro.

“Pertama terkait dengan argumentasi atau dalil yang disampaikan pihak Lucas bahwa Pasal 21 (UU Tipikor) bukan kewenangan KPK kami sudah secara tegas menjawab hal tersebut oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum),” ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/11/2018) malam.

Baca juga: Advokat Lucas Anggap Pengadilan Tipikor Tak Berwenang Adili Perkaranya

Febri mengatakan, argumentasi dalam eksepsi yang disampaikan Lucas seringkali disampaikan oleh tersangka atau terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan.

“Bagi KPK kewenangan memproses obstruction of justice (menghalangi proses hukum KPK) sangat tegas diatur dalam Pasal 6 huruf c junto Pasal 1 angka 1 Undang-Undang KPK,” ujar Febri.

Terhadap dalih Lucas yang mengatakan dirinya tidak melakukan perbuatan membantu pelarian mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro, ke luar negeri, Febri mengatakan hal itu masuk materi pokok perkara. Sehingga, kata Febri sebaiknya dibuktikan di persidangan perkara pokok.

Febri menuturkan, KPK telah meminta keterangan saksi sekitar 32 saksi, baik saksi dari warga negara Indonesia (WNI) ataupun WNA.

KPK, lanjut Febri, sudah memiliki bukti yang kuat selama penyidikan berlangsung hingga dilimpahkan ke pengadilan.

Baca juga: KPK Anggap Tak Ada Hal Baru dalam Eksepsi Advokat Lucas

"Kami juga punya banyak saksi lain dan juga alat bukti elektronik termasuk bukti-bukti visual,” kata Febri.

Febri juga menyinggung soal pembelaan Lucas yang menyebut tidak mengenal Dina Soraya.

Lucas dalam eksepsinya mempertanyakan nama-nama yang disebut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam surat dakwaan, yang disebut membantu dirinya dalam menghilangkan jejak Eddy Sindoro.

Dalam surat dakwaan, Lucas disebut melakukan perbuatannya dengan memerintahkan temannya Dina Soraya.

Lucas diduga membantu persembunyian Eddy Sindoro

Lucas meminta Dina Soraya untuk membeli tiket pesawat rute Jakarta-Bangkok, untuk tiga orang.

Masing-masing Eddy Sindoro, Michael Sindoro (anak Eddy), dan Chua Chwee Chye alias Jimmy alias Lie yang membantu Eddy membuat paspor palsu.

Selanjutnya, Dina meminta bantuan petugas bandara untuk melakukan penjemputan Eddy dan dua orang lainnya yang tiba dari Kuala Lumpur, Malaysia.

"Karena pada dasarnya seluruh pihak yang disebut pada dakwaan tersebut memiliki peran, pengetahuan atau relasi satu dengan yang lainnya sesuai yang sudah diuraikan pada dakwaan," ujar Febri.

Meski demikian, KPK lanjut Febri, menghormati proses peradilan yang sedang berlangsung. Febri berharap melalui persidangan bisa menguji bukti-bukti untuk menjadi terang kasus hukum tersebut.

Dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK, Lucas disebut membantu Eddy keluar dari Indonesia dan menyarankan Eddy untuk membuat paspor negara lain agar lepas dari jerat hukum sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 21 November 2016.

Lucas lalu mengatur agar saat Eddy mendarat di Bandara Soekarno-Hatta langsung dapat melanjutkan penerbangan ke luar negeri tanpa melalui proses pemeriksaan Imigrasi. Lucas menghubungi Dina Soraya untuk mengatur hal tersebut. Dina lalu menghubungi Dwi Hendro Wibowo alias Bowo.

Menurut jaksa, Lucas menyarankan Eddy Sindoro yang telah berstatus tersangka agar tidak kembali ke Indonesia. Lucas juga mengupayakan supaya Eddy masuk dan keluar dari wilayah Indonesia, tanpa pemeriksaan petugas Imigrasi.

Hal itu dilakukan supaya Eddy tidak diproses secara hukum oleh KPK.

Eddy merupakan tersangka dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Eddy sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka di bulan Desember 2016.

Eddy diduga terkait penyuapan dalam pengurusan sejumlah perkara beberapa perusahaan di bawah Lippo Group, yang ditangani di PN Jakarta Pusat.

Menurut jaksa, awalnya Eddy menghubungi Lucas dan menyampaikan bahwa dia akan kembali ke Indonesia untuk menjalani proses hukum. Namun, Lucas justru menyarankan agar Eddy tidak kembali ke Indonesia.

Lucas menyarankan Eddy membuat paspor palsu negara lain agar terhindar dari proses hukum.


Let's block ads! (Why?)

https://nasional.kompas.com/read/2018/11/23/06454281/kpk-tegaskan-miliki-wewenang-tangani-obstruction-of-justice

Bagikan Berita Ini

0 Response to "KPK Tegaskan Miliki Wewenang Tangani "Obstruction of Justice""

Post a Comment

Powered by Blogger.