JAKARTA, KOMPAS.com - Lapangan Banteng di Jakarta Pusat kini menjadi salah satu ruang terbuka favorit warga Jakarta.
Di lapangan seluas 5,2 hektar ini, ada banyak aktivitas yang dapat dilakukan. Berolahraga lari, bermain sepak bola, pikinik bersama keluarga, sampai menonton air mancur menari dapat dilakukan di Lapangan Banteng.
Penataan kembali Lapangan Banteng yang rampung pada 2018, membuat lapangan ini semakin cantik dan menarik banyak kunjungan wisatawan.
Baca juga: Suramnya Istana Megah Daendels di Depan Lapangan Banteng
Selain bentuknya kini, yang menarik dari Lapangan Banteng tak lain adalah sejarahnya. Setiap era pemerintahan menorehkan kisah di lapangan yang dulu bernama Waterlooplein ini.
"Pada abad ke 16 dulunya kawasan Lapangan Banteng ini hutan. Ada banyak hewan liar termasuk banteng. Biasa menjadi tujuan para tentara ketika liburan untuk berburu," kata Pendiri Komunitas Jelajah Budaya, Kartum Setiawan di acara Tur Misteri Napoleon, Gambir, Minggu (13/1/2019).
Baca juga: Sejarah Candra Naya, Rumah Mayor China Terakhir di Batavia
Pada perkembangannya hutan dibabat dan menjadi tanah dari seorang taipan Anthony Paviljoen yang punya tanah sangat luas, se- Weltevreden yang membentang dari Gunung Sahari sampai Senen jika diukur jaraknya sekarang.
Sesuai nama pemiliknya, Lapangan Banteng kala itu dinamakan Paviljoensveld atau Lapangan Paviljoen.

Lapangan ini kemudian pindah kepemilikan beberapa kali. Dari Anthony Paviljoen ke tuan tanah dari Depok, Cornelis Chastelein lalu dibeli lagi oleh Justinus Vinck.
Baca juga: Menyusuri Tembok Terakhir Batavia yang Memiliki Dua Wajah
Pada masa itu tanah di kawasan Lapangan Banteng disewakan kepada orang Tionghoa. Mereka menanam tebu dan beternak sapi serta kerbau di Lapangan Banteng.
Di masa kekuasaan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels, kawasan Lapangan Banteng lantas dijadikan tempat latihan militer. Zaman terus bergulir, semakin banyak perubahan di Lapangan Banteng.
"Dahulu di tengah Lapangan Banteng ini ada patung singa yang lebih menyerupai anjing pudel menghadap ke arah Istana Daendels (sekarang Gedung AA Maramis di Kemenkeu). Sebenarnya ini sindiran orang Belanda terhadap Perancis yang kalah di pertempuran Waterloo," jelas Kartum.
Baca juga: Santap Malam di Bekas Gudang Rempah Batavia
Pada zaman penjajahan Jepang patung singa tersebut dihancurkan. Kemudia pasca Indonesia Merdeka, Soekarno menempatkan Tugu Pembebasan Irian Barat.
Nama Lapangan Banteng sendiri, menurut Kartum, merujuk kepada lambang kekuatan dan nasionalisme, juga mengacu kepada hewan liar yang pernah hidup di kawasan ini dahulu salah satunya banteng.
Lapangan Banteng sempat difungsikan menjadi lapangan sepakbola oleh orang Eropa di Batavia, lapangan untuk parade militer, dan terminal bus. Hingga akhirnya sekarang Lapangan Banteng menjadi ruang terbuka dan sarana rekreasi warga Jakarta.
https://travel.kompas.com/read/2019/01/14/091700327/lapangan-banteng-dulu-dan-sekarang-
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lapangan Banteng, Dulu dan Sekarang... - Kompas.com - KOMPAS.com"
Post a Comment