Belakangan, sebagian pihak meragukan kualitas Pemilu 2019. Hal itu terjadi pasca-viralnya pemberitaan di pelbagai media yang dinilai terkesan membawa dampak manipulatif terhadap pelaksanaan Pemilu 2019.
Beberapa rangkaian kejadian prapemilu sampai berlangsungnya pemilu kerap jadi bahan gontok-gontokan kedua belah kubu. Mulai dari peristiwa tercecernya e-KTP di Gowa (18/3/2017), Bogor (26/5/2018), Serang (11/9/2018), dan terbaru di Jakarta Timur (8/12/2018), kemudian soal data 31 juta pemilih baru dari Kemendagri, terus soal orang yang mengalami gangguan jiwa yang juga akan dimasukkan dalam DPT, dan terakhir soal kotak suara berbahan kardus.
Beberapa peristiwa itulah yang kemudian membuat publik menjadi semakin waswas pasca 17 April 2019. Nilai persatuan dan kesatuan yang terukir dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika terombang-ambing di tengah seteru saling klaim kemenangan.
Kekhawatiran masyarakat terhadap efek pemilu tidak lepas dari opini yang berkembang di kalangan masyarakat, di tambah pesatnya teknologi informasi yang semakin masif memproduksi berita hoaks seperti memperkuat rasa takut dan waswas di masyarakat.
Berita-berita yang sengaja di-setting dengan meme-meme provokatif oleh oknum-oknum tertentu di berbagai media online dengan mudahnya memancing emosi masyarakat kita. Sehingga masyarakat terbawa untuk turut serta menyebarluaskan berita-berita tersebut melalui jempol jarinya, tanpa mau menelusuri lebih dalam apakah berita itu memang benar atau hanya sekadar hoaks yang sengaja “digoreng” oleh pihak yang berkepentingan.
Sehingga pada akhirnya terbentuklah hoaks jariyah yang tersebar dari satu tangan ke tangan yang lain yang kemudian mampu membentuk paradigma kebencian, dan saling suuzan antar kalangan.
Seperti berita hoaks tentang penganiayaan Ratna Sarumpaet yang sempat ramai diperbincangkan awal Oktober kemarin. Di mana dalam kasus tersebut bukan hanya kalangan bawah saja yang terkecoh, bahkan para elit negara pun terkena imbasnya.
Pada saat yang sama, sosialisasi tentang pemilu yang damai acapkali hanya dianggap sebagai citra oleh beberapa kelompok dan hanya diartikan sebagai slogan saja. Bahkan kalah cepat dan kalah viral dengan berita-berita yang memancing emosi masyarakat tadi.
Sehingga, masyarakat lebih dulu terperangkap oleh berita provokatif yang sengaja didesain oleh oknum tertentu sebelum menerima pemahaman yang sebenarnya dari kebijakan pemerintah atau penyelenggara pemilu.
Kejadian ini perlu diseriusi penanganannya, baik oleh penyelenggara pemilu atau penegak hukum. Karena pada hakikatnya, pemilu adalah pesta demokrasi yang memberi ruang secara langsung kepada masyarakat untuk menentukan hak suaranya dalam memilih sosok pemimpin yang sesuai dengan keyakinan hati nurani mereka.
Selain itu, peran agama Islam sebagai agama yang menyejukkan harus kembali digaungkan. Sebab agama Islam memiliki cara paling sederhana dalam rekonsiliasi sebuah konflik yaitu dengan membangun kembali jalur silaturahim. Kiranya dalam kasus Pilpres saat ini, makna silaturahim perlu kembali dicari oleh masing-masing elit.
Dalam hal ini, silaturahim harus menjadi wadah sosialisasi terhadap sejumlah peristiwa yang mewarnai pemilu. Silaturahim juga yang harus menjadi media lahirnya negarawan, silaturahim juga harus menjadi sebuah martil untuk terus mengikis rasa iri hati dan sebaliknya harus menimbulkan perasaan lapang dada menerima segala keputusan.
Silaturahim dalam koridor elit politik, haruslah berhasil menjawab dan menumbuhkan hal-hal yang mendukungnya. Misalkan media, dalam situasi seperti ini kiranya media harus berupaya mengampanyekan persatuan dengan cara menjaga silaturahim.
Dalam memanfaatkan media elektronik, sosialisasi budaya silaturahim modelnya harus lebih kreatif sesuai tren yang sedang digandrungi oleh masyarakat masa kini.
Kiranya kedua elit atau kubu ini harus memahami konsepsi besar dari silaturahim. Hadis yang paling sederhana tentang silaturahim adalah Shahîh al-Bukhâri, dari Maimûnah Ummul-Mukminîn, dia berkata: “Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan budakku?” Nabi bertanya, “Apakah engkau telah melaksanakannya?” Ia menjawab, “Ya”. Nabi bersabda, “Seandainya engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu, maka itu akan lebih besar pahalanya”. (M Elgana Mubarokah)
https://www.inilahkoran.com/berita/12117/redam-konflik-dengan-silaturahimBagikan Berita Ini
0 Response to "Redam Konflik dengan Silaturahim - Inilah Koran"
Post a Comment