"Ini ribet dan bikin anak tidak mandiri. Kedua saya sedih dengan sistem begini anak-anak jadi males belajar karena sudah ada zonasi, angkatan anak saya tamatan SD banyak yang NEMnya tinggi, rata-rata kecewa karena sudah capek belajar ternyata NEMnya (nilai) tidak dipakai jadi ngedrop," kata salah seorang calon wali murid, Mira Asta saat ditemui di SMPN 10 Jl Gatot Subroto, Denpasar, Bali, Senin (17/6/2019).
Mira mengakui SMPN 10 merupakan salah satu sekolah favorit dan terdekat dari rumahnya. Dia berharap anaknya yang lulus dengan nilai 28,60 bisa diterima di SMPN 10.
"Jujur gimana nggak kecewa saya ngelesin anak, les di guru yang lain juga, belum lagi anter-jemputnya. Sekarang asal rumah dekat sekolah bisa," sambung ibu satu anak itu.
Hal senada juga disampaikan calon wali murid lainnyam, Putu Agus Sastrawan. Dia mengaku mengantre selama tiga jam namun belum melakukan proses verifikasi berkas untuk mendaftarkan nomor registrasi online atau token.
"Antre tiga jam lebih nggak dapat token, tadi saya antre dari jam 08.00 Wita dapat nomor 800 padahal tadi sampai ribuan. Hari ini dibatasi sampai 300 nomor token saja, saya juga bilang kalau gitu waktu 3 hari nggak cukup, tapi katanya nanti di hari terakhir akan dilayani sampai malam, katanya pasti dapat token," ujarnya.
Dia mengeluhkan banyaknya informasi simpang siur yang beredar. Apalagi menurutnya informasi yang tersedia masih kurang jelas dan antreannya semrawut.
"Sosialisasi nggak jelas, sosialisasi untuk masuk zoning terlalu mepet waktunya, mestinya agak jauh-jauh biar bisa prepare, dari sekolah saya lihat juga belum siap, amburadul, dia bikin sistem belum bagus. Semua rebutan (daftar hari pertama) padahal belum tentu masuk karena dari sistem (online), orang tua berjubel katanya sejak dini hari tadi. Mungkin perlu disosialisasikan lebih jelaslah," urai Agus.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kota Denpasar I Wayan Gunawan menjelaskan, sistem zonasi menggunakan jarak dari rumah siswa ke sekolah yang terdekat untuk parameter seleksi. Selain seleksi jarak ada juga seleksi dengan pertimbangan kuota.
"Dasar seleksinya itu adalah jaraknya mereka siapa jarak rumahnya paling dekat dengan sekolah yang dituju, sekolah di mana mereka nanti akan melakukan pendaftaran itulah menjadi prioritas utama yang akan diterima, karena sekolah juga mempunyai keterbatasan kuota. Apabila nanti sampai nanti batas nomor terakhir, katakanlah kuadran 100 seandainya nomor 100 itu nomor 100-nya aja gitu ya banyak jaraknya sama, baru digunakan waktu, siapa yang lebih cepat 100 masuk ke sistem," tuturnya.
Gunawan mengatakan pihaknya juga sudah bekerja sama dengan kepala dusun untuk mengarahkan orang tua siswa masuk ke sekolah terdekat. Supaya ada pemerataan siswa.
"Kita juga bekerja sama supaya jangan ada sekolah yang dapat murid, ada yang tidak dapat murid, supaya kepala dusun mengarahkan. Di mana ada sekolah dianggap favorit dia numplek di sana kan, sedangkan sekolah yang tidak dianggap favorit mereka sampai tidak dapat murid semua kita bekerja sama dengan kepala dusun untuk membantu sekolah mengarahkan orang tua, kalau di lapangan ada praktik-praktik (percaloan) saya minta semua pihak harus bekerja sama (melakukan pengawasan)," tuturnya.
Dia sendiri mengaku bingung dengan klaim-klaim masyarakat yang dimaksud sekolah favorit. Gunawan mengaku sudah berencana untuk melakukan pertukaran kepala sekolah hingga guru untuk pemerataan kualitas sekolah.
"Sebenarnya untuk sekolah favorit itu saya tidak tahu siapa yang memberikan pemahaman favorit tapi yang jelas untuk mengantisipasi itu akan dilakukan rolling kepala sekolah karena biar tidak dianggap kepala sekolah ini saja yang membuat sekolah ini favorit. Iya (sudah diagendakan rolling), termasuk juga guru-guru sama, tapi nanti sesuai zonasi," jelasnya.
(ams/nvl)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Calon Wali Murid di Bali Kritik Zonasi PPDB: Nilai Tinggi Anak Tak Terpakai - detikNews"
Post a Comment