BANDUNG, (PR).- Seekor macan tutul kembali menjadi korban akibat konflik satwa dan manusia, macan tutul tersebut ditemukan telah mati tergantung di dahan pohon dalam kawasan Perhutani, Kampung Panguyangan Kabuyutan, Desa Sukanagara, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Satwa malang dengan nama ilmiah Panthera Pardus itu mati diduga karena ditembak oleh warga menggunakan senapan angin.
Kematian macan tutul yang menjadi salahsatu satwa dilindungi tersebut menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak. Salahsatunya Herlina Agustin, Dewan Penasihat Pro Fauna dari LSM Pemerhati Hewan Internasional. Herlina menilai kematian tragis macan tutul tersebut imbas dari kurangnya pengawasan dan pengendalian terhadap senapan angina.
"Sebetulnya karena ini penyebaran senapan angin yang tidak terkendali. Pemerintah harus mengendalikan senapan angin, jadi orang sekarang itu bisa menembak sembarangan. Minimal Gubernur lah mengeluarkan perda karena ini sangat mengkhawatrikan," katanya, Jum’at 30 November 2018.
Melansir PRFm, Herlina menjelaskna bahwa konflik antara satwa ini memang harus mendapatkan perhatian. Namun, menurut dia sebetulnya stawa enggan berurusan dengan kehidupan manusia. Para satwa justru terkesan sering menghindar bila ada manusia.
"Satwa liar itu sebetulnya tidak mau berurusan dengan manusia. Biasanya mereka menghindar, kalau pun menyerang itu karena terancam dan lapar," tuturnya.
Untuk mencegah kejadian serupa agar tidak terulang kembali di kemudian hari, Herlina meminta kepada masyarakat yang berada di kawasan konservasi untuk menghentikan perburuan, terutama pada satwa yang dilindungi.
"Macan makannya babi hutan kemudian primata itu kan biasa. Sekarang babi hutan diburu manusia karena hama. Jadi saya harap dari BKSDA cepat menyelesaikan masalah ini," ujarnya.
Konflik satwa dan manusia
Senada dengan Herlina, Dedi Kurniawan dari Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat juga turut menyesalkan dengan kejadian tersebut. Hewan yang terancam punah dan dilindungi tersebut seharusnya bisa terus dijaga habitatnya dan tidak diganggu.
"FK31 sangat menyesalkan karena macan tutul itu sebagai identitas provinsi Jawa Barat berdasarkan SK Gubernur no 7 tahun 2007. Macan tutul ini dilindungi sehingga perlu kajian lebih lanjut dan masyarakat wajib paham," kata dia.
Mengenai konflik antara satwa dan manusia yang acap kali terjadi, Dedi mengakui bahwa hal tersebut memang bisa terjadi terutama yang tinggal dan beraktifitas di kawasan konservasi. Untuk itu FK31 memberikan saran terutama kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk memberikan wawasan dan pengetahuan terkait pola hidup macan/ satwa liar lain.
"Sebetulnya macan tutul itu tidak akan memburu manusia karena bukan mangsanya. Keberadaan macan sebagai puncak tertinggi ekosistem perlu dijaga keberadaannya. Maka saya sarankan harusnya ada data dari BKSDA berapa jumlah macan yang tinggal di kawasan konservasi seperti gunung tilu. Sehingga masyarakat sekitar paham untuk menghindari agar macan turun," tuturnya.
Lebih lanjut, Dedi mengatakan bahwa ketika satwa liar turun ke pemukiman warga masa bisa dipastikan bahwa hal tersebut disebabkan oleh terganggunya habitat mereka juga karena kurang makan. Sehingga macan akan turun untuk mencari makanan.
"Macan turun karena kurang makanan. Dia akan menghindar kalau mencium bau manusia," ujarnya.***
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2018/11/30/macan-tutul-mati-karena-diburu-imbas-konflik-manusia-dan-satwa-433869Bagikan Berita Ini
0 Response to "Macan Tutul Mati karena Diburu, Imbas Konflik Manusia dan Satwa - Pikiran Rakyat"
Post a Comment