Search

Dari Belanda untuk Indonesia - Panditfootball Indonesia

Oleh: Ivan Rivaldi*

Pada Kamis 27 Juni 1596, akhirnya armada yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dapat bernafas lega karena telah menemukan daerah antah-berantah yang diharapkan mempunyai segudang kebutuhan masyarakat Eropa pada saat itu: rempah-rempah. Bantam atau yang dikenal juga dengan Banten, nyata adanya. Pada saat itu, untuk mencapai Banten dari Amsterdam tidaklah semudah membuka aplikasi di gawai pribadi di zaman sekarang. Berkirim pesan pun masih menggunakan merpati.

Dalam perjalanan satu tahun di laut lepas, terjadi banyak konflik internal dan mereka pun diserang wabah penyakit yang menyerang awak kapal sehingga korban pun banyak bergelimpangan. Wabah penyakit ini mengakibatkan jumlah awak kapal jauh berkurang dari awal pertama memulai keberangkatan

Hingga pada akhirnya, sampailah mereka di tempat tujuan. Sesampainya di sana, mereka menemukan bahwa Banten sangatlah ramai dengan pedagang yang berasal dari Asia Tengah, Selatan, dan Portugal, sebagai penguasa rempah-rempah Eropa di masa itu.

Sayangnya, para Londo yang sebenarnya mempunyai peluang besar untuk menguasai rempah dari timur, membuang peluangnya karena keegoisan mereka. Akhirnya mereka pun kembali ke Belanda. Informasi mengenai Banten tersebar ke seluruh penjuru Belanda, dan terjadilah kolonialisme yang berkontribusi besar dalam meramaikan buku sejarah sejak sekolah dasar. Meskipun, akhir dari cerita indah de Houtman ini terpaksa berhenti di tangan Malahayati yang mendapat instruksi dari Sultan Alauddin.

Sosok Londo itu pun muncul lagi di Bumi Indonesia, tepatnya di Stadion Andi Mattalatta, namun tidak dengan tendensi seperti pendahulunya. Sosok itu berada pada diri Marc Anthony Klok.

***

Awal karier Klok tidaklah baik dengan Jong FC Utrecht. Ia gagal berbicara banyak untuk berkontribusi lebih di tim utama FC Utrecht seperti halnya Ezra Walian dan Stefano Lilipaly, yang diakhiri pemutusan kontrak. Begitu pula ketika ia bergabung dengan Ross County. Akhirnya Ewaklok memutuskan untuk mencoba peruntungannya di Liga Bulgaria bersama Cherno More Varna dan berkontribusi cukup besar pada dua musim yang dijalaninya, termasuk dalam pertandingan kualifikasi Europe League melawan Dinamo Minsk. Sayangnya langkah Cherno More Varna harus terhenti karena harus mengakui bahwa tanah Rusia tidaklah semudah yang dibayangkan.

Tawaran untuk bermain di Oldham Athletic pun membuatnya goyah. Ia kembali ke tanah Britania dalam waktu enam bulan dengan mengembara ke Skotlandia dengan Dundee Athletic. Klok sempat bertarung melawan legenda Rangers, Kris Boyd dan wonderkid asal Norwegia, Kristoffer Ajer. Ia pun punya ambisi untuk mencoba mengakhiri dominasi dari Old Firm. Namun sebelum bertemu dengan legenda Liverpool, Brendan Rodgers di lapangan, Klok memilih untuk melancong ke satu negara di Tenggara Asia: Indonesia.

Berbeda dengan rekan setimnya, Willem Jan Pluim, yang secara tidak sengaja berkarier di Indonesia, Klok dengan sadar memilih PSM. Pluim dan Robert Rene Alberts menjadi salah satu alasan yang meyakinkannya untuk melanjutkan karier di Indonesia. Dutch Connections.

Teman dekat Luciano Narsingh ini pun sepertinya belajar dari De Houtman untuk tidak kurang ajar dengan masyarakat lokal, untuk mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitar. Ia pernah memberikan jersey match worn-nya kepada salah seorang penonton. Hal itu pun terbukti dengan kontraknya yang kembali diperpanjang oleh manajemen PSM.

Menjadi rahasia umum bahwa tim Indonesia masih belum berani memberikan kontrak jangka panjang kepada para pemainnya, terutama kepada pemain asing. Tim di Indonesia terbiasa untuk membongkar hampir 75% skuatnya untuk menghadapi musim baru. Kompatriotnya, Steven Paulle, terkena kebijakan tersebut.

Hal ini yang menjadi momok cukup besar bagi para pemain asing di Indonesia, karena nasib mereka hanya akan aman pada satu musim, meskipun memberikan penampilan yang memuaskan. Hanya beberapa pemain asing di Indonesia yang dapat bertahan pada satu tim di satu musim, seperti Ronald Fagundez di Persik Kediri contohnya.

Bagi Klok, butuh keyakinan yang sangat tinggi untuk memutuskan berkarier di Indonesia, karena sangat sulit untuk melampaui batas rasional pikirannya. Di awal kedatangannya, pikiran skeptis muncul dalam pengambilan keputusan untuk berkarier di Indonesia. Sejumlah kekhawatiran muncul seperti ketidakpastian jalannya kompetisi yang ada, iklim, serta keadaan sosial di Indonesia sendiri. Berbeda jauh dengan kariernya selama ini di Eropa, meskipun lebih banyak menghabiskan kariernya di luar Belanda, namun perbedaan budaya yang ada tidaklah sejauh di Indonesia.

Pada akhirnya, keputusan untuk berani mencoba sesuatu yang 180 derajat berbeda dengan pengalaman yang ia miliki pun berbuah manis. Bukan hal yang mudah untuk seorang yang berasal dari negara yang penduduknya sangat rasional, untuk menggantungkan kariernya di negara yang bahkan hingga saat ini ketua federasinya tidak menjadikan federasinya sebagai prioritas.

Klok mungkin bukanlah sosok yang memiliki pengaruh besar di dunia pesepakbolaan Belanda. Namun di Indonesia ia bisa mendapatkan atmosfer yang mungkin tidak akan pernah ia dapatkan selama perjalanan kariernya. Ia sedang berusaha untuk menulis kembali buku yang berisikan mimpi, cerita, dan cita yang gagal ia raih di Eropa. Dan Makassar adalah tempat dimana ia memilih untuk merangkai kembali mimpi dan cerita yang dimilikinya. Hingga muncul wacana bahwa Klok ingin mengikuti jejak Lilipaly untuk memperkuat lini tengah pasukan Tim Nasional Indoensia yang kini dipimpin oleh Simon McMenemy.

***

De Houtman pada awal keberangkatannya, tidak akan pernah menyangka Indonesia memiliki segudang kebutuhan rempah-rempah yang dibutuhkan oleh Eropa pada saat itu, khususnya Belanda. Mungkin jika pada saat itu De Houtman bisa lebih bijak dalam bertindak, ia bisa mendapatkan jauh lebih banyak dari yang ia ingin dapatkan, hingga mematahkan hukum The Law of Diminishing Return.

Nahas, nasib buruk yang diakibatkan ulahnya sendiri lebih condong kepada De Houtman pada saat itu. Namun sepertinya, Klok bukanlah orang yang memiliki ego setinggi De Houtman, pun hingga saat ini, ia masih belum mencapai Diminishing Return-nya dalam perjalanan kariernya di Indonesia, dan sedang terus merangkai kata untuk menulis isi dari “buku” yang berjudul “Ewaklok”.

Foto: Instagram Marc Klok


*Penulis adalah mahasiswa tahun ketiga jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Milanisti paruh waktu. Dapat dihubungi melalui akun twitter @rivaldiiivan

**Tulisan ini merupakan hasil kiriman penulis melalui kolom Pandit Sharing. Segala isi dan opini yang ada dalam tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

Let's block ads! (Why?)

https://www.panditfootball.com/212545/dari-belanda-untuk-indonesia

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dari Belanda untuk Indonesia - Panditfootball Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.