Oleh Ribut Lupiyanto
Deputi DirekturC-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration)
Kabar mengejutkan kembali datang dari dunia politik. Kali ini terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) pada Jumat (15/3). Tokoh yang ditangkap adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Romahurmuziy atau akrab disapa Romi. Lokasi penangkapan di Kanwil Kementerian Agama Sidoarjo di Jawa Timur.
OTT ini menambah gaduh lantaran terjadi di tahun politik. Selain itu diprediksi menambah terpuruknya nasib PPP. PPP sedang mengalami goncangan akibat konflik internal yang menyebabkan perpecahan. Konflik ini secara signifikan berpotensi menggerus suara PPP.
Badai Konflik
Awal konflik PPP adalah ketika menentukan koalisi jelang Pilpres 2014. Surya Dharma Ali (SDA) selaku ketua umum memilih ke Kubu Prabowo, sedangkan Romahurmuzy (Romi) selaku Sekjen dan beberapa pengurus condong ke Kubu Jokowi. Aksi saling pecat sempat terjadi dan akhirnya terjadi kesepakatan islah dengan tetap berpihak ke Koalisi Merah Putih (KMP).
Konflik PPP memuncak dalam pemilihan pimpinan DPR, MPR, alat kelengkapan DPR, serta pengisian kabinet pemerintah baru. Kedua faksi sempat bersepakat membersamai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) saat pemilihan pimpinan MPR namun kalah. Dinamika memanas kembali dan puncaknya kini terjadi kepemimpinan ganda. Kondisi ini mengantarkan PPP berada di ujung tanduk. Kepemimpinan SDA dilanjutkan Djan Faridz dan kini di bawah Humprey Djemat.
PPP kepengurusan Romi akhirnya menjadi pemenang dengan pengakuan Kemenkumham. Kemenkumham mengeluarkan Keputusan Kemenkumham Nomor M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014 tertanggal 28 Oktober 2014 yang mengakui kepengurusan Kubu Romi. Kecenderungan politik dapat dimaknai publik lebih kentara dibandingkan langkah kepastian hukumnya. Banyak pihak mengemukakan bahwa langkah ini menyalahi UU Parpol, dimana konflik internal parpol mestinya diselesaikan lebih dahulu oleh Mahkamah Partai.
Di bawah kepemimpinan Romi, partai berlambang Ka’bah ini bergabung dengan gerbong petahana dan mendukung Joko Widodo (Jokowi) maju kembali sebagai capres untuk Pemilu 2019 nanti. Sedangkan PPP Humprey mendukung Prabowo-Sandi.
PPP yang berdiri sejak 5 Januari 1973 merupakan partai tua kaya pengalaman politikdi Indonesia. Tekanan orde baru mampu dilewati dengan baik. Memasuki orde reformasi, PPP mengalami degradasi eksitensi. Jumlah kursi yang didapatkan mengalami penurunan drastis. PPP pada Pemilu 1999 mendapatkan 58 kursi (peringkat 3), Pemilu 2004 mendapat 58 kursi (peringkat 4), Pemilu 2009 mendapat 38 kursi (peringkat 6), dan Pemilu 2014 mendapat 39 kursi (peringkat 8).
http://jateng.tribunnews.com/2019/03/19/opini-ribut-lupiyanto-ott-romi-konflik-dan-nasib-pppBagikan Berita Ini
0 Response to "OPINI Ribut Lupiyanto : OTT, Romi, Konflik dan Nasib PPP - Tribun Jateng"
Post a Comment