Jakarta, Beritasatu.com - Gagasan pemindahan ibu kota kembali muncul. Nama wilayah Kalimantan pun menyeruak. Namun, pemindahan ibu kota ini perlu kajian mendalam terutama kajian lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya.
Kepala Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Herry Yogaswara mengatakan, gagasan pemindahan ibukota jangan sekadar pertimbangan politis tetapi harus ada pertimbangan objektif di bidang ekonomi, sosial, budaya dan ekologis.
"Aspek lokal di daerah tersebut juga harus dicermati, intelektual lokal juga harus dilibatkan, tidak hanya di level bupati dan gubernur," katanya dalam Diskusi Publik Tantangan dan Potensi Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara, di Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Menurut Herry Yogaswara, tanpa kajian mendalam, pemindahan ibu kota bisa mendatangkan konflik sosial. Oleh karena itu perlu dilakukan mitigasi konflik dengan kajian komprehensif. Dia menegaskan, diperlukan pemastian terkait hak-hak masyarakat lokal terkait sumber daya alamnya dan tanah-tanah yang akan digunakan. Perlu pula mempersempit ruang kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama dan kelompok etnis dari klaim-klaim penguasaan atas ruang hidup.
Selain itu jika ibu kota dipindah akan ada gelombang migrasi terpaksa dan migrasi swakarsa yang mencari peruntungan secara ekonomi. Di sisi lain penduduk lokal memiliki keterancaman tersingkir, hak-hak adat versus pengakuan negara dan akan terjadi perjumpaan dari budaya baru dengan budaya yang dibuat pendatang.
Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI Galuh Syahbana Indraprahasta mengungkapkan, pemindahan ibu kota itu pilihan. Namun perlu upaya dan komitmen menjaga lingkungan hidup.
"Yang paling penting adalah tidak memindahkan masalah yang sama di masa depan ke ibu kota baru," ucapnya.
Masalah kemacetan dan pembangunan yang tidak terkendali adalah salah satu yang perlu diantisipasi ke depan.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemindahan Ibu Kota Bisa Memicu Konflik Sosial - BeritaSatu"
Post a Comment